Thursday 16 May 2013

Pendidikan Islam dalam Pondok Pesantren


PENDAHULUAN

Pendidikan Islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaannya tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga disebut juga institusi atau pranata. Sedangkan yang dimaksud dengan lembaga pendidikan Isla adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pemberdayaan.
Kelembagaan pendidikan Islam merupakan subsistem dari sistem masyarkat atau bangsa. Dalam operasionalnya selalu mengacu dan tanggap kepada kebutuhan perkembangan masyarakat. Tanpa bersikap demikian, lembaga pendidikan Islam dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan kultural. Oleh karena itu, lembaga-lembaga pendidikan Islam diselenggarakan haruslah sesuai dengan tuntutan dan aspirasi msyarakat, sebab tanpa memperhatikan hal tersebut, barangkali untuk pencapaian kemajuan dalam perkembangannya agak sulit.
Berbicara tentang lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut, di Indonesia memang terdapat banyak jenis dan bentuknya. Akan tetapi dalam konteks ini hanya pendidikan di pesantren saja yang pemakalah coba kemukakan.





PEMBAHASAN
PENDIDIKAN ISLAM DALAM PONDOK PESANTREN

A.    Latar Belakang Historis Pesantren
1.      Pengertian Pesantren
Secara bahasa pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal santri.[1]
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli. M. Arifin, misalnya mendefinisikan pesantren sebagai sebuah pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar.[2] Mastuhu mendefinisikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional untuk mempelajari, memahami dan mendalami, menghayati, serta mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehar-hari.[3]
2.      Sejarah Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam yang merupakan “Bapak” dari pendidkan islam di Indonesia yang didirikan karena adanya tuntutan kebuthan zaman, hal ini bisa idlihat dari perjalanan historisnya, bahwa sesungguhnya pesantren-pesantren dlahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah islamiah.
Kehadiran pesantren di tengah-tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama dan sosial keagamaan. Dengan sifatnya yang lentur sejak awal kehadirannya, pesantren ternyata mampu mengadaptasi diri dengan masyarakat serta memenuhi tuntutan masyarakat.
Walaupun pada masa penjajahan, pesantren mendapat tekanan dari pemerintah kolonial Belanda, pesantren massh bertahan terus dan tetap menampakkan tren lain. Di samping ada yang mempertahankan sistem-sistem tradisionalnya, sebagian pesantren telah membuka sistem semacam lembaga pendidikan kejuruan seperti bidang pertanian, peternakan, pertukangan, teknik, dan sebagainya.


3.      Landasan Ideologis Pendidikan Pesantren
Sebagai lembaga endidikan Islam yang mengandung makna keaslian Indonesia, posisi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam merupakan sub sistem pendidikan nasional. Karena itu, pendidikan pesantren memiliki dasar yang kuat, baik secara ideal, konstitusional maupun teologis. Landasan teologis ini menjadi idea, konstitusional maupun teologis. Landasan teologis ini menjadi penting bagi pesantren, dan penunjuk arah bagi semua aktivitasny.
Dasar ideal pendidikan pesantren adalah pasal 26 ayat 1 dan 4 undang-undang No. 20 Thun 2003, tentang sistem pendidikan nasional. Pasal 1 disebutkan bahwa: “pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidkan sepanjang hayat”. Selanjutnya ayat 4 dnyatakan “satuan pendidikan formal sendiri atas lembaga kursus, lembaga elatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.[4]
Sedangkan dasr teologis pesantren adalah ajaran Islam, yakni bahwa melaksanakan pendidikan agama merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya.

B.     Tujuan dan Sistem Pendidikan Pesantren
1.      Tujuan Pendidikan Pesantren
Tujuan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan. Berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat/berkhidmad kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarkat.[5]
Secara khusus tujuan dari pesantren adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang yang alim dalam  ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. Sedang secara umum tujuan dari masyarakat adalah membimbing anak didik menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarkat sekitar melalui ilmu dan amalnya.[6]
2.      Sistem Pendidikan Pesantren
a.       Kurikulum Pendidikan Pesantren
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, tujuan pendidikan pesantren adalah membenutk kepribadian santri, memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan ilmu pengetahuan, maka materi pelajaran pesantren kebanyakan bersifat keagamaan yang bersumber pda kitab-kitab klasik yang meliputi sejumlah bidang studi, antara lain: Tauhid, tafsir, hadits, fiqh, ushul fiqh, tasawuf, bahasa arab
b.      Metode Pengajaran Pendidkan Pesantren
Secara garis besar metode pengajaran yang dilaksanakan di pesantren masih bersifat tradisional, sedangkan metode-metode baru seringkali kurang mendapatkan simpati bahkan kadang-kadang diragukan oleh kalangan pesantren. Adapun metode pengajaran tradisional tersebut adalah:
a.       sorogan
Yaitu suatu sistem belajar secara individual dimana seorng santri berhadapan dengan seorang guru (kyai/guru menghadapi satu persatu, secara bergantian)
b.      bandungan
System bandungan ini sering disebut dengan halaqah, dimana sang kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan mengulas kitab-kitab salaf, sedangkan par asantri mendengarkan dan memperhatikan kitabnya sambil menulis arti dan keterangan-keterangannya.
c.       weton
pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin harian, santri tidak harus membaca kitab karena seorang guru tidak hanya mengambil satu kitab saja, kadang guru memerik di sana-sini saja.







C.    Model-model Pesantren
1.      Pesantren Salaf
Menurut Zamakhsyari Dhofier, pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum.
Akan tetapi dewasa ini, kalangan pesantren termasuk pesantren salaf mulai menerapkan sistem atau model klasikal. Di mana kurikulum dan matero pelajaran dari kitab-kitab kuning, dilengkapi pelatihan ketrampilan seperti menjahit, mengetik dan bertukang.
2.      Pesantren Khalaf (modern)
Pesantren khalaf yaitu lembaga pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi), memberikan ilmu umum dan ilmu agama dan juga memberikan pendidikan keterampilan, seperti SMP, SMU, dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya.
Akan tetapi, tidak berarti pesantren khalaf meninggalkan sistem salaf. Ternyata hampir semua pesantren modern meskipun telah menyelenggarakan sekolah-sekolah umum, tetapi tetap menggunakan sistem salaf pada produknya.[7]

D.    Strategi Pengembangan Pesantren
Pesantren aalah satu bentuk pendidikan Islam yang merupakan suatu sub sistem dari sistem pendidikan nasional. Dalam upaya pengembangn pesantren di masa yang akan datang, tampaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu pengembangan dari segi eksternal dan dari segi internal.[8]
Ø  Yang termsuk pengembangan dari segi eksternal ialah:
1.      Tetap menjaga agar citra pondok di mata masyarakat sesuai dengan harapan masyarakat, harapan orang tua yang memasukkan anaknya ke psantren. Untuk hal ini mutu keluarga atau output pesantren harus mempunyai nilai tambah dari keluarga pendidika lainnya yang sederajat.
2.      Pesantren
Ø   
4.      Kurikulum yang digunakan
Ketika masih berlangsung di surau atau masjid, kurikulum pengajian masih dalam bentuk yang sederhana, yakni berapa inti ajaran Islam yang mendasar. Rangkaian trio komponen ajaran Islam yang berupa iman, Islam dan ihsan/doktrin, ritual dan mistik telah menjadi perhatian Kiai perintis pesantren sebagai isi kurikulum yang diajarkan kepada santrinya.
Pengembangan kurikulum lebih bersifat rincian materi pelajaran yang sudah ada daripada menambah disiplin ilmu yang baru sama sekali, diantaranya: Al-Qur’an dengan tajwid dan tafsirnya, aqaid dan ilmu kalam, fiqh dengan ushul fiqh dan fawaid al fiqh, hadits dengan mushthalah hadits, Bahasa Arab dengan alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi’, dan ‘arudh, tarikh, mantiq, akhlak dan falak. Selain itu juga penggunaan kitab-kitab referensi yang dianjurkan pada santri-santrinya oleh Sunan Giri.[9]

E.     Transformasi Sistem Pendidikan Pesantren
1.      Sistem Pendidikan Independen
Ada 3 elemen yang mampu membentuk pesantren sebagai sub kultur.
a.       Pola kepemimpinan pesantren yang mandiri, tidak terkooptasi oleh negara
b.      Kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari beberapa abad.
c.       Sistem nilai yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas
Tiga elemen tersebut menjadi ciri yang menonjol selama ini. Pesantren baru mungkin bermunculan dengan tidak menghilngkan 3 elemen tersebut.
Pesantren adalah sistem pendidikan yang melakukan kegiatan sepanjang hari. Santri tinggal di asrama dalam suatu kawasan bersama guru, kyai dan senior mereka. Oleh karena itu, hubungan yang terjalin antara santri-santri Kyai dalam proses pendidikan berjalan intensif, tidak sekedar hubungan formal ustadz-santri di dalam kelas. Berikut adalah faktor yang menyebabkan pesantren menjadi alternatif secara lebih rinci sebagai berikut:
a.       Keberadaan sistem pondoknya, pendidikn dapat melakukan tuntutan dan pengawasan secara langsung
b.      Keakraban hubungan santri dan kyai sehingga dia bisa memberikan pengetahuan yang hidup
c.       Pesantren ternyata telah mampu mencetak orang-orang yang dapat memasuki semua lapangan kerja yang bersifat bebas.[10]
Pesantren mempunyai karakter plural, tidak seragam dan tidak memiliki wajah tunggal (uniform). Pluralitas pesantren ditunjukkan antara lain oleh tiadanya sebuah aturanpun baik menyangkut manajerial, administrasi, birokrasi, struktur, budaya, kurikulum apalagi pemihakan politik. Kuatnya indepedensi tersebut menyebabkan pesantren memiliki kebebasan relatif yang tidak harus mengikuti model baku yang ditetapkan pemerintah dalam bidang pendidikan. Pesantrenbebas mengembangkan kodel pendidikannya tanpa harus mengikuti standarisasi dan kurikulum yang ketat.
2.      Sistem Pendidikan Adaptif
Perubahan zaman yang begitu cepat menyadarkan kalangan pesantren untk melakukan  tindakan-tindakan yang memberi manfaat bagi kelangsungan dan pengembangan pendidikan Islam tertua ini menurut persepsi masing-masing pengasuh. Pengadopsian sistem pendidikan formal berjalan mengikuti perubahan zaman. Ringkas alurnya sebagai berikut:
a.       Sejak 1920, pesantren mulai mengadakan eksperimentasi dengan mendirikan sekolah-sekolah
b.      Pada tahun 1930, pesantren telah memperlihatkan kurikulum campuran
c.       Tahun 1960-1970-an, mendirikan sekolah agama negeri di lingkungan pesantren, percobaan isolasi di berbagai pesantren
Perubahan-perubahan itu menimbulkan beberapa kelemahan, yakni:
a.       Pesantren mengalami krisis identitas
b.      Mengurangi sikap indepedensi pesantren
c.       Timbulnya orientasi ekonomis di kalangan pesantren yang bisa mengurangi kadar keikhlasan santri ketika belajar di pesantren[11]
PENUTUP

Kesimpulan
Pesantren didefiniksn sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam. Klasifikasi pesantren, yaitu:
a.       Pesantren Salaf
b.      Pesantren Khalafi
c.       Pesantren Kilat
d.      Pesantren terintegrasi
Transformasi sistem pendidikan pesantren
a.       Sistem pendidikan independen
b.      Sistem pendidikan adaptif


DAFTAR PUSTAKA

Djamaludin dan Abdullah Aly. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia
_________, dkk. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia
Khozin. 2006. Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia. Malang: UMM Press.
Qomar, Mujamil. 2002. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi. Jakarta: Erlangga
Sholeh, Abdul Rahmad. 2000. Pendidikan Agama dan Keagamaan. Jakarta: Gema Windu Panca Perkasa
Yasmadi. 2005. Modernisasi Pesantren. Ciputat: Quantum Teaching.


[1] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 18
[2] M. Arifin, Kapita Selekta Pendiidkan,  (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 240
[3] Mstuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), h. 32
[4] UU No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (jakarta: Kaldera, 2003), h. 19-20
[5] Prof. Dr. Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 1-2.
[6] Drs. H. Djamaludin dan Drs. Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia), h. 106.
[7] Wahioetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 82-89
[8] Wahioetomo, Perguruan Tinggi, (Jakata: Gema Insani Press, 1997), h. 82-89
[9] Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag, Op.Cit., h. 109-112.
[10] Ibid., h. 64.
[11] Ibid., h. 79-82

0 komentar:

Post a Comment