Tuesday, 14 May 2013

Aksiologi




I.          PENDAHULUAN
Pada dasarnya, kehidupan manusia tidak pernah luput dari nilai, dan pada tahapan berikutnya, nilai perlu diinstusikan dalam bentuk institusi yang terbaik, yakni pendidikan. Karena pada hakikatnya pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai, proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai dan penyesuaian terhadap nilai.
Manusia adalah makhluk budaya dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dalam arti manusia hidup dalam interaksi sesamanya. Manusia saling membutuhkan sesamanya baik jasmaniyah maupun rohaniyah.

II.       PERMASALAHAN
Proses interaksi manusia diperlukan nilai – nilai, yang merupakan faktor intern antara hubungan sosial itu, dimana dalam suatu masyarakat akan ada hukum. Hukum ialah norma – norma atau nilai – niali untuk mengatur antar sosial manusia. Dengan demikian bahwa tiada hubungan sosial tanp nilai – nilai, dan tiada nilai – nilai tanpa hubungan sosial.
Pada kajian ini akan dibahas apakah aksiologi itu sendiri,bentuk dan tingkatan nilai, dan sumber nilai dalam kehidupan manusia.

III.    PEMBAHASAN MASALAH
a.      Hakikat Aksiologi
Aksiologi adalah studi tentang nilai. Nilai adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. Nilai yang dimaksud adalah:
1.     Nilai jasmani: nilai yang terdiri atas nilai hidup, nilai nikmat, dan nilai guna.
2.     Nilai rohani: nilai yang terdiri atas nilai intelek, nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi.
Nilai – nilai di atas tersusun dalam suatu sistem yang berurutan, yaitu dari nilai hidup – nilai nikmat – nilai guna selanjutnya nilai intelek – nilai estetika – nilai etika – nilai religi.
Berikut ini akan dikemukakan contoh dari hal – hal yang mengandung nilai – nilai tersebut:
            1. Nilai hidup              : sehat-sakit, menelan-memuntahkan
            2. Nilai nikmat : suka-duka, harum-busuk, manis-pahit
            3. Nilai guna                : Manfaat-mudarat, mengenakan-menanggalkan
            4. Nilai intelek             : cermat-ceroboh, cerdas-bebal
            5. Nilai estetika           : mulus-cacat, mekar-kuncup
            6. Nilai etika                : bakti-durhaka, jujur-curang
            7. Nilai religi               : mustahil-mungkin, meyakini-mencurigai.[1]

b.      Bentuk dan Tingkatan Nilai
Nilai merupakan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan subyek manusia. Nilai – nilai yang ada itu bersifat obyektif dan instrisik yang telah diciptakan oleh Maha pencipta, bukan oleh manusia. Menurut Yinger, nilai bisa dilihat dengan tiga penampilan, antara lain:
1.     Nilai sebagai fakta watak
Nilai sebagai fakta watak menunjukkan bahwa sejauhmana seseorang bersedia menjadikan nilai sebagai pegangan dalam pembimbingan dan pengambilan keputusan.
2.     Nilai sebagai fakta kultural
Nilai sebagai fakta kultural menunjukkan bahwa nilai tersebut diterima dan dijadikan sebagai kriteria normatif dalam pengambilan keputusan oleh anggota masyarakat.
3.     Nilai sebagai konteks struktural
Nilai yang ada baik dari segi fakta, watak, maupun sebagai fakta kultural mampu memberikan dampaknya pada struktural sosial yang bersangkutan.
Namun pada dasarnya nilai – nilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1.      Nilai formal, yaitu nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi memiliki bentuk, lambang serta simbol – simbol. Nilai ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a)      Nilai sendiri, seperti sebutan bapak lurah bagi seorang yang memangku jabatan sebagai bapak lurah.
b)      Nilai turunan, seperti sebutan “Ibu lurah” bagi seorang yang menjadi istri pemangku jabatan lurah.
2.      Nilai material, yakni nilai yang terwujud dalam kenyataan pengalaman, rohani dan jasmani. Nilai ini terbagi atas dua macam, yaitu:
a)      Nilai rohani, terdiri dari nilai logika, misalkan cerita, nilai estetika; misalkan musik, berpakaian anggun, nilai etika; misalkan ramah, serakah, dan nilai religi; misalkan sangsi, syirik.
b)      Nilai jasmani atau nilai pancaindra, terdiri atas, nilai hidup misalkan bebas, berjuang, menindas, nilai nikmat; misalkan puas, nyaman, aman, dan nilai guna; misalkan nilai butuh, menunjang, peranan.[2]
Charles Morris menyebut nilai – nilai yang diucapkan oleh orang – orang namun tidak diaktualisasikan sebagai “nilai – nilai yang dipahami”. Sementara nilai – nilai yang diaktualisasikan disebutnya sebagai “nilai – nilai operatif”.[3]







c.       Sumber Nilai dalam Kehidupan Manusia
Sumber nilai yang berlaku dalam pranat kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
1.         Nilai ilahi
Nilai ilahi adalah yang dititahkan oleh Tuhan melalui para Rasul-Nya yang berbentuk takwa, iman, adil yang diabdikan dalam wahyu ilahi.
Religi merupakan sumber yang pertama dan utama bagi para penganutnya. Dari segi religi, mereka menyebarkan nilai – nilai agar diaktualisasikan dalam kehidupan sehari – hari.
Nilai ilahi tidak mengalami perubahan, nilai ilahi yang fundamental mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia selaku pribadi dan selaku anggota masyarakat serta tidak cenderung untuk berubah mengikuti selera hawa nafsu manusia yang berubah – ubah sesuai dengan tuntunan perubahan sosial dan tuntunan individual.
2.         Nilai insani
Nilai insani yang tumbuh atas kesepakatan manusia hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis, sedangkan keberlakuannya dan kebenarannya relatif nisbi yang dibatasi oleh masyarakat dan waktu.[4]

IV.    ANALISIS
Dari keterangan di atas, dapat diambil analisis, yaitu dalam sebuah nilai, merupakan suatu hal yang berarti bagi manusia. Karena manusia sebagai makhluk individual, juga sebagai makhluk sosial yang membutuhkan akan nilai. Dalam nilai itu sendiri, ada beberapa tingkatan, tergantung manusia itu sendiri mau pilih nilai yang mana.

V.       KESIMPULAN
Aksiologi pada hakikatnya adalah konsepsi – konsepsi abstrak di dalam diri manusia atau masyarakat, mengenai hal – hal yang dianggap baik, benar dan hal – hal yang dianggap buruk dan salah.
Pendidikan pada tahap selanjutnya merupakan proses transformasi nilai, yang cenderung bersifat positif dan penuh makna kebaikan. Nilai selalu terserap dalam lapangan pendidikan. Pendidikan akan dapat menguji dan mengintegrasikan semua nilai di dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak.

VI.    PENUTUP
Demikian makalah Aksiologi ini kami buat, semoga isi dalam kandungan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kekurangan dalam makalah Aksiologi ini, itu merupakan suatu kekhilafan dari kami.




DAFTAR PUSTAKA


Khobir, Abdul. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press
Knight, George R. 2007. Filsfat Pendidikan. Penerjemah: Mahmud Arif. Yogyakarta: Gama Media
Syam, Mohammad Nor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsfat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional


[1] Tri Prasetya, Filsafat Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), hal. 135-136.
[2] Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal. 38-40.
[3] George R. Knight, Filsafat Pendidikan, Penerjemah: Dr. Mahmud Arif (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hal. 48.
[4] Ibid., hal. 40-41.

0 komentar:

Post a Comment