I.
PENDAHULUAN
Ilmu merupakan
pengetahuan yang mempunyai karakteristik tersendiri. Pengetahuan mempunyai
berbagai cabang pengetahuan dan ilmu merupakan salah satu cabang pengetahuan
tersebut. Karakteristik keilmuan itulah yang mencirikan hakikat keilmuan dan
sekaligus yang membedakan ilmu dari berbagai cabang pengetahuan lainnya.
Tujuan utama
penalaran adalah mengembangkan kemampuan untuk mencirikan dan membedakan buah
pikiran berdasarkan konsep pemikiran tertentu. Dalam makalah ini akan dibahas
masalah Epistimologi.
II. PERMASALAHAN
Dalam rangka
mengembangkan penalaran ilmiah harus dikembangkan dan mempergunakan konsep
tersebut untuk membedakan ilmu terhadap cabang – cabang pengetahuan lain.
Epistimologi
membahas persoalan tentang pengetahuan. Mungkinkah pengetahuan diperoleh atau
tidak? Dapatkah kita memiliki pengetahuan yang benar? Bukann pengetahuan yang
salah, yang mendasarkan pada khayalan belaka. Dalam epistimologi yang paling
mendasar untuk dibicarakan adalah apa yang menjadi sumber pengetahuan?
Bagaimana struktur pengetahuan? Hal ini akan berkaitan dengan macam atau jenis
pengetahuan, dan bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan tersebut.
III. PEMBAHASAN MASALAH
a. Pengertian Epistimologi
Istilah
epistimologi pertama kali dipakai oleh L.F. Ferier pada abad 19 di Institut of
Metaphisics (1854). Epistimologi didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan pra-anggapan dan
dasar – dasarnya serta realitas umu dari tuntutan pengetahuan sebenarnya.[1]
Sedangkan secara etimologi, epistimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti
teori, uraian atau alasan. Jadi epistimologi dapat diartikan sebagai teori,
uraian tentang pengetahuan. Sedangkan dalam segi istilah epistimologi merupakan
suatu cabang filsafat yang mengkaji secar mendalam dan radikal tentang asal
mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan. Epistimolgi juga
berarti cabang filsafat yang mempelajari soal watak, batas – batas dan
berlakunya ilmu pengetahuan.
Dengan demikian
epistimolgi atau teori tentang ilmu pengetahuan adalah inti sentral setiap
pandangan dunia. Epistiomologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan,
membedakan cabang – cabangnya yang pokok, mengidentifikasi sumber – sumbernya
dan menetapkan batas – batasnya.[2]
b. Jenis – jenis Ilmu
Pengetahuan
Manusia berusaha
mencari pengetahuan dan kebenaran, yang dapat diperolehnya melalui beberapa
sumber antara lain sebagai berikut:
1. Pengetahuan wahyu
Pengetahuan wahyu firman
Allah yang berisi pengetahuan yang diturunkan kepada manusia pilihan, yaitu
Nabi atau Rasul. Wahyu menyangkut berbagai aspek kehidupan khususnya hubungan
manusia dengan Khalik yang disebut ibadah, juga hubungan manusia dengan sesama
makhluk, yang disebut muamalah.[3]
Kebenaran wahyu bersifat mutlak dan abadi. Pengetahuan wahyu bersifat
eksternal, artinya pengetahuan tersebut berasal dari luar diri manusia.
2. Pengetahuan intuitif
Pengetahuan
intuitif diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri tatkala ia menghayati
sesuatu. Pengetahuan intuitif ini muncul dalam diri manusia secara tiba – tiba
dalam kesadaran diri manusia. Proses kerjanya, manusia itu tidak menyadarinya.
Pengetahuan ini sebagai hasil dari penghayatan pribadi, sebagai hasil keunikan
dan ekspresi individu, sehingga validitas pengetahuannya bersifat pribadi, dan
memiliki watak yang tidak komunikatif, sehingga sulit untuk menlukiskan
seseorang memilikinya atau tidak.
3. Pengetahuan rasional
Pengetahuan
rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan latihan rasio atau akal
semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa – peristiwa faktual.
Prinsip berpikir dengan menggunakan logika formal dan matematika murni menjadi
paradigmanya, sehingga kebenarannya bersifat abstrak.
4. Pengetahuan empiris
Pengetahuan empiris
diperoleh melalui pengindraan dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan
indra – indra lainnya, sehingga kita memiliki konsep dunia di sekitar kita.
Paradigma pengetahuan empiris adalah sains yang diuji dengan observasi atau
ekperimental.
5. Pengetahuan otoritas
Kita menerima
pengetahuan itu benar bukan karena telah mengkroscekkan dengan keadaan yang ada
di luar diri kita, melainkan telah dijamin otoritasnya di lapangan. Kita
menerima pendapat orang lain karena ia pakar dibidangnya. Misalnya kita
menerima pendapat tentang sesuatu dalam bidang tertentu dengan mengutip dari
ensiklopedia.
c. Pendekatan dan Metode
Perolehan Ilmu Pengetahuan
Banyak pendekatan
yang dapat digunakan dalam perolehan ilmu pengetahuan, dan setiap pendekatan
itu mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kekurangan yang ada
tergantung kepada subjek yang menggunakannya.
Adapun pendekatan
utnuk memperoleh ilmu pengetahuan antara lain:
1. Skeptisme
Bagi aliran ini, tidak ada suatu cara
yang sah untuk memperoleh ilmu pengetahuan, mengingat kemampuan pancaindra dan
akal manusia terbatas.
2. Aliran keraguan
Suatu aliran yang dalam perolehan ilmu
pengetahuan berpangkal dari keraguan sebagai jembatan perantara menuju kepada kepastian.
3. Empirisme
Cara pencarian ilmu pengetahuan
melalui pancaindra, karena indra tersebut yang menjadi instrumen untuk
menghubungkan ke alam.
4. Rasionalisme
Suatu cara untuk memperoleh ilmu
pengetahuan dengan mengandalkan akal pikiran, karena akal dapat membedakan
antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
5. Aliran yang menggabungkan
pendekatan empiris dan Rasionalisme
Menurut aliran ini cara untuk
memperoleh ilmu pengetahuan adalah dengan mengandalkan pikiran, karena akal
dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
6. Intuisi
Suatu pendekatan dalam memperoleh ilmu
pengetahuan dengan menggunakan daya jiwa.[4]
Kelemahan atau bahaya intuisi adalah
bahwa ia tidak terwujud sebagai metode yang aman untuk memperoleh pengetahuan
ketika digunakan sendirian. Ia mudah berjalan kesasar dan mungkin mengarah ke
anggapan – anggapan yang absourd jika ia tidak dikontrol atau dicek
dengan metode – metode untuk mengetahui lainnya. Pengetahuan intuitif,
bagaimanapun, mempunyai kelebihan yang berbeda untuk bisa melompat melewati
keterbatasan – keterbatasan pengalaman manusia.[5]
7. Wahyu
Pendekatan ini bersifat metafisik dan
bercirikan trasendental. Untuk itu, pendekatan ini harus disadari oleh
kepercayaan.
Sedangkan
metode yang dapat digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan menurut Socrates
dapat dilakukan melalui dialektik yang ditandai dengan karakteristik sebagai
berikut:
1.
Dialektik artinya metode yang digunakan oleh dua orang atau lebih yang pro
dan kontra atau memiliki perbedaan pendapat
2.
Konferensi adalah metode yang dilakukan dalam bentuk percakapan atau
komunikasi lesan.
3.
Tentatif provisional adalah kebenaran yang dicari hanya bersifat sementara
dan tidak mutlak, dan merupakan alternatif – alternatif yang terbuka untuk
segala kemungkinan – kemungkinan
4.
Empiris Induktif artinya segala yang dibicarakan dan cara penyelesaiannya bersumber
pada hal – hal yang bersifat empiris
5.
Konseptual artinya metode yang ditujukan untuk tercapainya pengetahuan,
pengertian dan konsep – konsep yang lebih definitif daripada sebelumnya.[6]
IV. ANALISIS
Dari pembahasan di
atas, dapat diambil analisis yaitu bahwa sebuah pengetahuan itu sangat penting
bagi manusia. Di dalam menggali sebuah pengetahuan ada pilihan yang digunakan
untuk menetapkan sebuah pengetahuan. Namun, tidak semua pilihan itu dapat
digunakan, hanya sebagian saja yang dapat digunakan.
V. KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan
sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia ini dan untuk memperolehnya perlu
dilakukan usaha dan kerja keras. Dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia, ia akan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
VI. PENUTUP
Demikian makalah
Epistimologi ini kami buat, semoga isi dalam kandungan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kekurangan dalam makalah aliran
Epistimologi ini, itu merupakan suatu kekhilafan dari kami.
DAFTAR
PUSTAKA
Idi, H. Jalaluddin
dan Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz Media
Khobir, Abdul. 2007.
Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press
Knight, George R. 2007. Filsfat
Pendidikan. Penerjemah: Mahmud Arif. Yogyakarta :
Gama Media
Prasetya, Tri.
2000. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia
[1] H. Jalaluddin dan
Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007),
hal.128.
[2] Abdul Khobir, Filsafat
Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal. 25-26.
[4] Abdul Khobir, Filsafat
Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal.
25-26-31.
[5] George R. Knight, Filsfat Pendidikan, Penerjemah: Mahmud
Arif, (Yogyakarta : Gama Media, 2007), hal.40.
0 komentar:
Post a Comment