Tuesday, 14 May 2013

Epistimologi

I.          PENDAHULUAN

Ilmu merupakan pengetahuan yang mempunyai karakteristik tersendiri. Pengetahuan mempunyai berbagai cabang pengetahuan dan ilmu merupakan salah satu cabang pengetahuan tersebut. Karakteristik keilmuan itulah yang mencirikan hakikat keilmuan dan sekaligus yang membedakan ilmu dari berbagai cabang pengetahuan lainnya.
Tujuan utama penalaran adalah mengembangkan kemampuan untuk mencirikan dan membedakan buah pikiran berdasarkan konsep pemikiran tertentu. Dalam makalah ini akan dibahas masalah Epistimologi.

II.       PERMASALAHAN
Dalam rangka mengembangkan penalaran ilmiah harus dikembangkan dan mempergunakan konsep tersebut untuk membedakan ilmu terhadap cabang – cabang pengetahuan lain.
Epistimologi membahas persoalan tentang pengetahuan. Mungkinkah pengetahuan diperoleh atau tidak? Dapatkah kita memiliki pengetahuan yang benar? Bukann pengetahuan yang salah, yang mendasarkan pada khayalan belaka. Dalam epistimologi yang paling mendasar untuk dibicarakan adalah apa yang menjadi sumber pengetahuan? Bagaimana struktur pengetahuan? Hal ini akan berkaitan dengan macam atau jenis pengetahuan, dan bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan tersebut.

III.    PEMBAHASAN MASALAH
a.      Pengertian Epistimologi
Istilah epistimologi pertama kali dipakai oleh L.F. Ferier pada abad 19 di Institut of Metaphisics (1854). Epistimologi didefinisikan sebagai cabang filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan pra-anggapan dan dasar – dasarnya serta realitas umu dari tuntutan pengetahuan sebenarnya.[1] Sedangkan secara etimologi, epistimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan. Jadi epistimologi dapat diartikan sebagai teori, uraian tentang pengetahuan. Sedangkan dalam segi istilah epistimologi merupakan suatu cabang filsafat yang mengkaji secar mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan. Epistimolgi juga berarti cabang filsafat yang mempelajari soal watak, batas – batas dan berlakunya ilmu pengetahuan.
Dengan demikian epistimolgi atau teori tentang ilmu pengetahuan adalah inti sentral setiap pandangan dunia. Epistiomologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang – cabangnya yang pokok, mengidentifikasi sumber – sumbernya dan menetapkan batas – batasnya.[2]

b.      Jenis – jenis Ilmu Pengetahuan
Manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran, yang dapat diperolehnya melalui beberapa sumber antara lain sebagai berikut:
1.     Pengetahuan wahyu
Pengetahuan wahyu firman Allah yang berisi pengetahuan yang diturunkan kepada manusia pilihan, yaitu Nabi atau Rasul. Wahyu menyangkut berbagai aspek kehidupan khususnya hubungan manusia dengan Khalik yang disebut ibadah, juga hubungan manusia dengan sesama makhluk, yang disebut muamalah.[3] Kebenaran wahyu bersifat mutlak dan abadi. Pengetahuan wahyu bersifat eksternal, artinya pengetahuan tersebut berasal dari luar diri manusia.


2.     Pengetahuan intuitif
Pengetahuan intuitif diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri tatkala ia menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif ini muncul dalam diri manusia secara tiba – tiba dalam kesadaran diri manusia. Proses kerjanya, manusia itu tidak menyadarinya. Pengetahuan ini sebagai hasil dari penghayatan pribadi, sebagai hasil keunikan dan ekspresi individu, sehingga validitas pengetahuannya bersifat pribadi, dan memiliki watak yang tidak komunikatif, sehingga sulit untuk menlukiskan seseorang memilikinya atau tidak.
3.     Pengetahuan rasional
Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan latihan rasio atau akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa – peristiwa faktual. Prinsip berpikir dengan menggunakan logika formal dan matematika murni menjadi paradigmanya, sehingga kebenarannya bersifat abstrak.
4.     Pengetahuan empiris
Pengetahuan empiris diperoleh melalui pengindraan dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan indra – indra lainnya, sehingga kita memiliki konsep dunia di sekitar kita. Paradigma pengetahuan empiris adalah sains yang diuji dengan observasi atau ekperimental.
5.     Pengetahuan otoritas
Kita menerima pengetahuan itu benar bukan karena telah mengkroscekkan dengan keadaan yang ada di luar diri kita, melainkan telah dijamin otoritasnya di lapangan. Kita menerima pendapat orang lain karena ia pakar dibidangnya. Misalnya kita menerima pendapat tentang sesuatu dalam bidang tertentu dengan mengutip dari ensiklopedia.

c.       Pendekatan dan Metode Perolehan Ilmu Pengetahuan
Banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam perolehan ilmu pengetahuan, dan setiap pendekatan itu mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kekurangan yang ada tergantung kepada subjek yang menggunakannya.
Adapun pendekatan utnuk memperoleh ilmu pengetahuan antara lain:
1.      Skeptisme
Bagi aliran ini, tidak ada suatu cara yang sah untuk memperoleh ilmu pengetahuan, mengingat kemampuan pancaindra dan akal manusia terbatas.
2.      Aliran keraguan
Suatu aliran yang dalam perolehan ilmu pengetahuan berpangkal dari keraguan sebagai jembatan perantara menuju kepada kepastian.
3.      Empirisme
Cara pencarian ilmu pengetahuan melalui pancaindra, karena indra tersebut yang menjadi instrumen untuk menghubungkan ke alam.
4.      Rasionalisme
Suatu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan mengandalkan akal pikiran, karena akal dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
5.      Aliran yang menggabungkan pendekatan empiris dan Rasionalisme
Menurut aliran ini cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah dengan mengandalkan pikiran, karena akal dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
6.      Intuisi
Suatu pendekatan dalam memperoleh ilmu pengetahuan dengan menggunakan daya jiwa.[4]
Kelemahan atau bahaya intuisi adalah bahwa ia tidak terwujud sebagai metode yang aman untuk memperoleh pengetahuan ketika digunakan sendirian. Ia mudah berjalan kesasar dan mungkin mengarah ke anggapan – anggapan yang absourd jika ia tidak dikontrol atau dicek dengan metode – metode untuk mengetahui lainnya. Pengetahuan intuitif, bagaimanapun, mempunyai kelebihan yang berbeda untuk bisa melompat melewati keterbatasan – keterbatasan pengalaman manusia.[5]
7.      Wahyu
Pendekatan ini bersifat metafisik dan bercirikan trasendental. Untuk itu, pendekatan ini harus disadari oleh kepercayaan.
           Sedangkan metode yang dapat digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan menurut Socrates dapat dilakukan melalui dialektik yang ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:
1.         Dialektik artinya metode yang digunakan oleh dua orang atau lebih yang pro dan kontra atau memiliki perbedaan pendapat
2.         Konferensi adalah metode yang dilakukan dalam bentuk percakapan atau komunikasi lesan.
3.         Tentatif provisional adalah kebenaran yang dicari hanya bersifat sementara dan tidak mutlak, dan merupakan alternatif – alternatif yang terbuka untuk segala kemungkinan – kemungkinan
4.         Empiris Induktif artinya segala yang dibicarakan dan cara penyelesaiannya bersumber pada hal – hal yang bersifat empiris
5.         Konseptual artinya metode yang ditujukan untuk tercapainya pengetahuan, pengertian dan konsep – konsep yang lebih definitif daripada sebelumnya.[6]

IV.    ANALISIS
Dari pembahasan di atas, dapat diambil analisis yaitu bahwa sebuah pengetahuan itu sangat penting bagi manusia. Di dalam menggali sebuah pengetahuan ada pilihan yang digunakan untuk menetapkan sebuah pengetahuan. Namun, tidak semua pilihan itu dapat digunakan, hanya sebagian saja yang dapat digunakan.

V.       KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia ini dan untuk memperolehnya perlu dilakukan usaha dan kerja keras. Dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, ia akan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.


VI.    PENUTUP
Demikian makalah Epistimologi ini kami buat, semoga isi dalam kandungan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kekurangan dalam makalah aliran Epistimologi ini, itu merupakan suatu kekhilafan dari kami.



DAFTAR PUSTAKA


Idi, H. Jalaluddin dan Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz Media
Khobir, Abdul. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press
Knight, George R. 2007. Filsfat Pendidikan. Penerjemah: Mahmud Arif. Yogyakarta: Gama Media
Prasetya, Tri. 2000. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia







[1] H. Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007), hal.128.
[2] Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal. 25-26.
[3] Tri Prasetya, Filsafat Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), hal. 115.
[4] Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal. 25-26-31.
[5] George R. Knight, Filsfat Pendidikan, Penerjemah: Mahmud Arif, (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hal.40.
[6] Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal.32.

0 komentar:

Post a Comment