Thursday 16 May 2013

Kebutuhan Agama Bagi Kaum Remaja


BAB I
PENDAHULUAN

Alhamdulillahirobil ‘alamin. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang maha pengasih lagi maha penyanyang, yang menguasai hari pembalasan. Yang hanya kepada-Nya lah kami menyembah serta  meminta pertolongan. Kami meminta petunjuk jalan yang lurus seperti orang –orang yang Engkau ridhoi melainkan orang –orang yang sesat.
Sholawat serta salam  tak lupa selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. Yang mana beliau  menjadi rahmatan lil alamin, serta yang mempunyai moral sangat mulia.
Dewasa ini seseorang dapat dikatakan bermoral apabila tingkah orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh Agama maupun kelompok sosialnya sehingga hakikat tugas penting bagi kaum ramaja adalah menjunjung tinggi akhlak yang ditentukan olah nilai-nilai tersebut. Serta kemandirian-kemandirian pada diri seorang remaja sehingga menjadikan diri menjadi lebih bangkit dalam tingkah moral pada khususnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perkembangan moral remaja
Istilah Moral berasal dari kata latin “Mos” (moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan / nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu seperti:
1.      Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara keamanan orang lain, dan
2.      Larangan mencuri, berzina, membunuh,meminum-minuman keras, dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok sosial  tanpa harus dibimbing, diawasi, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak seorang remaja juga harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru.
Menurut Mitchell.S perubahan  dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu  :
1.      Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi abstrak dan kurang konkret
2.      Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar, dan berkurang pada apa yang salah.
3.      Penilaian moral  menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode pribadi dari pada masa anak-anak, dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral.
4.      Penilaian moral menjadi kurang egosentris
5.      Penilaian moral secara Psikologis menjadi lebih mahal dalam a rti bahwa penilaian merupakan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.[1]
6.      Alfred Binet, seorang Psikolog Perancis yang hidup pada tahun (1857-1911), yang terkenal dalam usahanya untuk menetukan kecerdasan  anak-anak dengan testnya yang terkenal dengan test Binet/simon. Yang   pada tahun 1905 Binet berpendapat bahwa kemampuan untuk  mengerti msalah-masalah yang abstrak, tidak sempurna perkembangannya sebelum menca[pai usia 12 tahun. Dan keampuan untuk mengambil kesimpulan yangabstrak dari fakta-fakta yang ada baru tampak pada usia 14 tahun itu, anak-anak sudah dapat menolak saran-saran yang tidak dapat dimengertinya dan mereka sudah dapat mengkritik pendapat-pendapat tertentu yang berlawanan dengan kesimpulan yang diambilnya.
7.      Setelah perkembangan mental remaja sampai kepada kemampuan menerima atau menolak ide-ide atau pengertian-pengertian yang abstrak, maka pandangannya terhadap alam dengan segala isi dan peristiwa-peristiwanya berubah, dari mau menerima tanpa pengertian, menjadi menerima dengan penganalisaan.[2]

B.     Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Keagamaan Remaja
Beranjak dari kenyataan yang ada sikap keagamaan seseorang terbentuk oleh 2 faktor, yaitu:
1.      Faktor Intrern
Faktor intern terdri dari  beberapa bagian :
a.       Faktor Hereditas
Sejak penemuan sifat kebakaan pada tanaman oleh Johan Gregor Mendel (1822-1884), telah dilakukan sejumlah kajian terhadap hewan dan manusia. Kajian genetika modern terhadap manusia kemusia dikembangkan oleh H. Nilson Ehle dan R. Emerson, serta E. East., mereka meneliti tentang pengaruh genetika terhadap perbedaan warna kulit manusia.
Saelanjutnya, kajian mengenai genetika pada manusia berlanjut hingga ke unsur gen manusia yang terkecil, yaitu deoxyribbonnucleit acid ( DNA). Hasil penelitian mengungkapkan  bahwa DNA yangberbentuk tangga berpilin itu terdiri atas pembawa sifat yang berisi  informasi. Gebn secara garis besarnya pembawa sifat turunan itu terdiri atas genotipe dan fenotipe. Genotipe merupakan keseluruhan faktor bawaan seseorang yang walaupun dapat dipengaruhi lingkungan, tak jauh menyimpang dari sifat dasar yang ada. Fenotipe adalah karakteristik seseorang yang tampak dan dapat diukur, seperti warna mata, warna kulit ataupun bentuk fisik.
Menurut Sigmund Freud, perbuatan yang buruk dan tercela jika dilakukan akan menimbulkan rasa bersalah (sense of guit) dalam diri pelakunya. Apabila pelanggaran  yang dilakukan terhadap larangan agama-agama maka pada  diri pelakunya akan timbul rasa berdosa. Perasaan seperti ini barangkali yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan seseorang sebagai unsur Heriditas. Sebab dari berbagai kasus pelaku zina, sebgaian besar memilki latar belakang keturunan kasus seupa
b.      Tingkat Usia
Dalam The Development of Religion on Children, Ernest Harms mengungkapkan bahwa  perkembangan agama pada anak ditentukan oleh tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut dipengaruhi pula oleh perkembangan berbagai aspek kejiwaan, termasuk perkembangan berpikir. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja menimbulkan konflik kejiwaan yang cenderung mempengaruhi  konversi agama.
c.       Kepribadian
Kepribadian menurut pendangan psikologis terdiri dari 2 unsur, yaitu unsur Hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara unsur hereditas dan lingkungan inilah yang membentuk kepribadian. Adanya kedua unsur yang membentuk kepribadian menyebabkan  munculnya konsep tipologi dan karakter. Tipologi  lebih ditekankan kepada unsur bawaan, sedangkan karakterditekankan oleh pengaruh lingkungan.
Diliihat dari p3endekatan tipologis, kepribadian manusia tak dapat diubah karena sudah terbentuk berdasarkan komposisi  yag terdapat dalam tubuh. Sebaliknya, dilihat dari pendekatan karakterologis, kepribadian manusia  dapat diubah  dan bergantung pada pengaruh lingkungan masing-masing.
Berdasarkan pedekatan pertama. Edward Spranger, Shekdon dan sejumlahg psikolog lainnya telah mengidentifikasikan adanya tipe-tipe kepribadian. Edwad Spranger membagitipe kepribadian itu menjadi 6, yaitu: manusia lmu, manusia sosial, manusia ekoonomi, manusia estetis, manusia politrik dan manusia religius (Jalaluddi dan Ramayuliss, 92-93). Sebaliknya , melalui pendekatan karakterologis, Erich Fromm, karakter yang mendasari sifat-sifat perilaku dan manilai  sejauh mana baik buruknya perilaku yang terbentuk daru hubungan manusia dengan lingkungannya ia membagi hubungan ini menjadiu 2 yaitu :
1)      Hubungan manusia dengan alam kebendaan, yang dinamakan similasi
2)      Hubungan sesama manusia yang disebutnya sosialisasi.
Ia merumuskan karakter sebagai the relative permanent form in which human energy is  canalized in the process of assimilation dan socialization.


d.      Kondisi Kejiwaan
Ada beberapa model pendekatan yang mengungkapkan hubungan ini:
1)      Model Psikodinamik yang dikemukakan Sigmund Freud menunjukan bahwa gangguan kejiwaan ditimbulkna oleh konflik yang tertekan dialam ketidak sadaran manusia. Konflik akan manjadi sumber gejala kejiwaan yang abnormal.
2)      Model pendekatan Biomedis, fubngsi tubuh yang dominan empengaruhi kondisi  jiwa seseorang. Penyakit ataupun faktor genetik atau kondisi sitem syaraf diperkirakan menjadi sumber munculnya perilaku yang  abnormal.
3)      Pendekatan Eksistensial mneklankan pada dominasi pengalaman kekinian oleh stimulan (rangsangan) lingkungan yang dihadapinya saat itu.
Hubungan ini selanjutnya mengungkapkan bahawa ada suatu kondisi kejiwaan yang cenderung bersifat permanen pada diri manusia yang terkadang bersifat menyimpang (abnormal). Gejala-geja;a yang abnormal ini bersumber dari kondisi syaraf (neurosis) kejiwaan (psycosis), dan kepribadian (personality). Kondisi kejiwaaan yang bersumber dari neurose ini menimbuklkan gejala kecemasan seseorangn yang disebabkan oleh gejala psikosis umumnya menyebabkan seseorang kehilangan kontak hubungan dengan dunia nyata. Gejala ini ditemui pada penderita  schizoprenia, paranoia, maniac serta infantireautism (berperilaku seperti anak-anak)
2.      Faktor-faktor ekstern
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari lingkungan seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut  dibagi menjadi 3, yaitu:


a.       Lngkungan Keluarga
Sigmund Freud dengan konsep Father Image (citra kebapaan), menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan anak-anak dipengaruhi oleh citra anak terhadap bapaknya. Jika seseorang bapak menunjukan sikap dan tingkah laku yang baiok, anak akan mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku sang bapak pada dirinya. Demikian pula sebaliknya bapak menampilkan sikap buruk, hal tersebutjuga aklan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.
Pengaruh kedua orang tuaterhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan islamsudah lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut, kedua orang tua diberikan beban dan tanggungjawab, ada semacam rangkaian ketentuan yang di anjurkan kepada orang tua, yaitu mengumanfdangkan adzan ke telinga bayi saat baru dilahirkan, mengadakan akikah, memberi nama yang baik, mengajarkan untuk membaca Al-Qur’an, membiasakan shalat tepat waktu serta bimbingan yang lainya yang sejalan dengan perintah agama. Keluarga dinilai sebagaifaktor yang paling domonan dalam meletakan dasar perkembangan jiwa keagamaan.
b.      Lingkungan institusional
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh  dalam membantu perkembangan kepribadian  anak. Menurut  Singgih D. Gunarsa, pengaruh itu dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1.      Kurikulum dan anak
2.      Hubungan Guru dan Murid
3.      Hubungan antara anak-anak
Dalam ketiga  kelompok itu, secara umum unsur-unsur yang menopang pembentukan tersebut, seperti ketekunan, disiplin, kejujuran, simpati, sosialisasi, toleransi, keteladanan, sabar dan keadilan. Perlakuan dan pembiasaan bagi sifat-sifat seperit itu umunya manjadi bagian dari program pendidikan disekolah.
c.       Lingkungan Masyarakat
Sepintas lingkungan masyarakat, bukan merupakan lingkungan yang mendukung unsur tanggung jawab, melainkan merupakan unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang lebih mengikat sifatnya, bahkan, terkadang pengaruhnya loeih besar daalam perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam bentuk positif maupun negatif, misalnya, lingkungan masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa keagamaan anak, sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai dan institusi keagamaan. Keadaan seperti ini bagaimanapun akan berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan warganya. [3]

C.     Perkembangan Keagamaan Warganya
Para ahli umumnya Zakiah Darajat, Starbuch, William James sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam 3 tahapan yang secar kualitatif menunjukan karakteristik yang berbeda. Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1.      Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam 3 sub tahapan sebagai berikut:
Ø  Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang bergama secara hipocrit (pura-pura0 yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya.
Ø  Panfdangan dalam hal ke-Tuhannya manjadi kacau karena ia banyak mambaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
Ø  Penghayatan rohaniyah cenderung skeptic ( diliputi kewaswasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan .
2.      Masa remaja akhir yang ditandai  antara lain oleh hal-hal berikut ini :
Ø  Sikap kembali, pada umumnya ke arah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelang dewasa
Ø  Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya  dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
Ø  Penghayatan rohaniyah kembali  tenang, setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebgai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik dan yang tidak.[4]
Bahaya akan terjadi  dan meluas apabila kehidupan moral dan agama dalam masyarakat  yang negatif itu dibiarkan menjalar dan memengaruhi generasi muda. Untuk itu, perlu ada tindakan antisipatif terhadap masalah yang cuukp membahayakan itu, antara alin adalah:
1.      Perlu mengadakan saringan atau seleksi terhadap kebudayaan asing yang masuk agar unsur-unsur yang negatif dapat dihindarkan.
2.      Agar pendidikan agama baik dalam keluarga maupun masyarakat diidentifikasika  supaya kehidupan  beragama dapat terjamin  dan selanjutnya nilai-nilai moral yang baik dapat menjadi bagian dari pribadi bangsa dan generasi muda pada khususnya.
3.      Agar diadakan pendidikan khusus untuk orang dewasa dalam bidang  kesehatan jiwa, supaya  mereka dapat membantu dirinya sendiri dalam menghadapi kegoncangan jiwa atau menghindari terjadinya kegoncangan dan terciptqanya ketenangan serta kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari dirumah dan masyarakat
4.      Perlu adanya biro-biro konsultasi, untuk membantu orang yang memerlukannya.
5.      Dalam kegiatan pembinaan itu sebaiknya pemerintahndengan wewenang yang ada padanya mengambil tindakan dan langkah-langkah tegas dengan mengikut sertakan semua lembaga, para ulama dan pemimpin masyarakat.[5]

BAB III
PENUTUP

Perkembangan moral pada remaja akan dikatakan baik jika sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya maupun agama.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan remaja membuat diri seseorang menjadi baik maupun sebaliknya, diantara faktor intern, faktor inilah yang mendoktrin pada diri remja lewat dalam. Atau yang dikenal dengan istilah batiniah seperti halnya tekanan pada pikiran maupun perasaan, yang kedua adalah faktor ekstern. Faktor inilah yang identik membentuk kepribadian pada diri remaja khususnya pada tingkah laku di mana lingkunganlah yang paling berpengaruh terhadap pembentukan hal ini.





DAFTAR PUSTAKA

Syamsul Arifin, Bambang. 2008. Psikologi Agama, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
http: // www. Google.com
Jalaludin. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT. Kalam Mulia.


[1] http: // www. Google.com
[2] Zakiah Darajat, “Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996) h.73-74
[3] Bambang, Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (bandung: CV. Pustaka Setia, 2008).h.76-85
[4] http:// www. Google. Com
[5] Bambang, Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008).h.88

0 komentar:

Post a Comment