BAB I
PENDAHULUAN
Alhamdulillahirobil ‘alamin. Segala puji bagi Allah Tuhan
semesta alam yang maha pengasih lagi maha penyanyang, yang menguasai hari
pembalasan. Yang hanya kepada-Nya lah kami menyembah serta meminta pertolongan. Kami meminta petunjuk
jalan yang lurus seperti orang –orang yang Engkau ridhoi melainkan orang –orang
yang sesat.
Sholawat serta
salam tak lupa selalu tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad saw. Yang mana beliau
menjadi rahmatan lil alamin, serta yang mempunyai moral sangat mulia.
Dewasa ini
seseorang dapat dikatakan bermoral apabila tingkah orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh Agama maupun kelompok sosialnya
sehingga hakikat tugas penting bagi kaum ramaja adalah menjunjung tinggi akhlak
yang ditentukan olah nilai-nilai tersebut. Serta kemandirian-kemandirian pada
diri seorang remaja sehingga menjadikan diri menjadi lebih bangkit dalam
tingkah moral pada khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan moral remaja
Istilah Moral berasal dari
kata latin “Mos” (moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan /
nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan
untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.
Nilai-nilai moral itu seperti:
1.
Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan
keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara keamanan orang lain, dan
2.
Larangan mencuri, berzina, membunuh,meminum-minuman keras, dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan
bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral
yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang
harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok
sosial tanpa harus dibimbing, diawasi,
dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak seorang remaja juga
harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab
orang tua dan guru.
Menurut Mitchell.S
perubahan dasar dalam moral yang harus
dilakukan oleh remaja yaitu :
1.
Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi abstrak dan kurang
konkret
2.
Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar, dan berkurang pada apa
yang salah.
3.
Penilaian moral menjadi semakin
kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode
pribadi dari pada masa anak-anak, dan berani mengambil keputusan terhadap
berbagai masalah moral.
4.
Penilaian moral menjadi kurang egosentris
5.
Penilaian moral secara Psikologis menjadi lebih mahal dalam a rti bahwa
penilaian merupakan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.[1]
6.
Alfred Binet, seorang Psikolog Perancis yang hidup pada tahun (1857-1911),
yang terkenal dalam usahanya untuk menetukan kecerdasan anak-anak dengan testnya yang terkenal dengan
test Binet/simon. Yang pada tahun 1905
Binet berpendapat bahwa kemampuan untuk
mengerti msalah-masalah yang abstrak, tidak sempurna perkembangannya sebelum menca[pai
usia 12 tahun. Dan keampuan untuk mengambil kesimpulan yangabstrak dari
fakta-fakta yang ada baru tampak pada usia 14 tahun itu, anak-anak sudah dapat
menolak saran-saran yang tidak dapat dimengertinya dan mereka sudah dapat
mengkritik pendapat-pendapat tertentu yang berlawanan dengan kesimpulan yang
diambilnya.
7.
Setelah perkembangan mental remaja sampai kepada kemampuan menerima atau
menolak ide-ide atau pengertian-pengertian yang abstrak, maka pandangannya
terhadap alam dengan segala isi dan peristiwa-peristiwanya berubah, dari mau
menerima tanpa pengertian, menjadi menerima dengan penganalisaan.[2]
B.
Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Keagamaan Remaja
Beranjak dari kenyataan yang ada sikap keagamaan
seseorang terbentuk oleh 2 faktor, yaitu:
1.
Faktor Intrern
Faktor
intern terdri dari beberapa bagian :
a.
Faktor Hereditas
Sejak penemuan sifat kebakaan pada tanaman oleh
Johan Gregor Mendel (1822-1884), telah dilakukan sejumlah kajian terhadap hewan
dan manusia. Kajian genetika modern terhadap manusia kemusia dikembangkan oleh
H. Nilson Ehle dan R. Emerson, serta E. East., mereka meneliti tentang pengaruh
genetika terhadap perbedaan warna kulit manusia.
Saelanjutnya, kajian mengenai genetika pada
manusia berlanjut hingga ke unsur gen manusia yang terkecil, yaitu
deoxyribbonnucleit acid ( DNA). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa DNA yangberbentuk tangga berpilin itu
terdiri atas pembawa sifat yang berisi
informasi. Gebn secara garis besarnya pembawa sifat turunan itu terdiri
atas genotipe dan fenotipe. Genotipe merupakan keseluruhan faktor bawaan
seseorang yang walaupun dapat dipengaruhi lingkungan, tak jauh menyimpang dari
sifat dasar yang ada. Fenotipe adalah karakteristik seseorang yang tampak dan
dapat diukur, seperti warna mata, warna kulit ataupun bentuk fisik.
Menurut Sigmund Freud, perbuatan yang buruk dan
tercela jika dilakukan akan menimbulkan rasa bersalah (sense of guit) dalam
diri pelakunya. Apabila pelanggaran yang
dilakukan terhadap larangan agama-agama maka pada diri pelakunya akan timbul rasa berdosa.
Perasaan seperti ini barangkali yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa
keagamaan seseorang sebagai unsur Heriditas. Sebab dari berbagai kasus pelaku
zina, sebgaian besar memilki latar belakang keturunan kasus seupa
b.
Tingkat Usia
Dalam The Development of Religion on Children,
Ernest Harms mengungkapkan bahwa
perkembangan agama pada anak ditentukan oleh tingkat usia mereka.
Perkembangan tersebut dipengaruhi pula oleh perkembangan berbagai aspek
kejiwaan, termasuk perkembangan berpikir. Tingkat perkembangan usia dan kondisi
yang dialami para remaja menimbulkan konflik kejiwaan yang cenderung
mempengaruhi konversi agama.
c.
Kepribadian
Kepribadian menurut pendangan psikologis terdiri
dari 2 unsur, yaitu unsur Hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara
unsur hereditas dan lingkungan inilah yang membentuk kepribadian. Adanya kedua
unsur yang membentuk kepribadian menyebabkan
munculnya konsep tipologi dan karakter. Tipologi lebih ditekankan kepada unsur bawaan,
sedangkan karakterditekankan oleh pengaruh lingkungan.
Diliihat dari p3endekatan tipologis, kepribadian
manusia tak dapat diubah karena sudah terbentuk berdasarkan komposisi yag terdapat dalam tubuh. Sebaliknya, dilihat
dari pendekatan karakterologis, kepribadian manusia dapat diubah
dan bergantung pada pengaruh lingkungan masing-masing.
Berdasarkan pedekatan pertama. Edward Spranger,
Shekdon dan sejumlahg psikolog lainnya telah mengidentifikasikan adanya
tipe-tipe kepribadian. Edwad Spranger membagitipe kepribadian itu menjadi 6,
yaitu: manusia lmu, manusia sosial, manusia ekoonomi, manusia estetis, manusia
politrik dan manusia religius (Jalaluddi dan Ramayuliss, 92-93). Sebaliknya ,
melalui pendekatan karakterologis, Erich Fromm, karakter yang mendasari
sifat-sifat perilaku dan manilai sejauh
mana baik buruknya perilaku yang terbentuk daru hubungan manusia dengan
lingkungannya ia membagi hubungan ini menjadiu 2 yaitu :
1)
Hubungan manusia dengan alam kebendaan, yang dinamakan similasi
2)
Hubungan sesama manusia yang disebutnya sosialisasi.
Ia merumuskan karakter sebagai the relative
permanent form in which human energy is
canalized in the process of assimilation dan socialization.
d.
Kondisi Kejiwaan
Ada beberapa model pendekatan yang mengungkapkan
hubungan ini:
1)
Model Psikodinamik yang dikemukakan Sigmund Freud menunjukan bahwa gangguan
kejiwaan ditimbulkna oleh konflik yang tertekan dialam ketidak sadaran manusia.
Konflik akan manjadi sumber gejala kejiwaan yang abnormal.
2)
Model pendekatan Biomedis, fubngsi tubuh yang dominan empengaruhi
kondisi jiwa seseorang. Penyakit ataupun
faktor genetik atau kondisi sitem syaraf diperkirakan menjadi sumber munculnya
perilaku yang abnormal.
3)
Pendekatan Eksistensial mneklankan pada dominasi pengalaman kekinian oleh
stimulan (rangsangan) lingkungan yang dihadapinya saat itu.
Hubungan ini selanjutnya mengungkapkan bahawa ada
suatu kondisi kejiwaan yang cenderung bersifat permanen pada diri manusia yang
terkadang bersifat menyimpang (abnormal). Gejala-geja;a yang abnormal ini
bersumber dari kondisi syaraf (neurosis) kejiwaan (psycosis), dan kepribadian
(personality). Kondisi kejiwaaan yang bersumber dari neurose ini menimbuklkan
gejala kecemasan seseorangn yang disebabkan oleh gejala psikosis umumnya
menyebabkan seseorang kehilangan kontak hubungan dengan dunia nyata. Gejala ini
ditemui pada penderita schizoprenia,
paranoia, maniac serta infantireautism (berperilaku seperti anak-anak)
2.
Faktor-faktor ekstern
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam
perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari lingkungan seseorang itu hidup.
Umumnya lingkungan tersebut dibagi
menjadi 3, yaitu:
a.
Lngkungan Keluarga
Sigmund Freud dengan konsep Father Image (citra
kebapaan), menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan anak-anak dipengaruhi
oleh citra anak terhadap bapaknya. Jika seseorang bapak menunjukan sikap dan
tingkah laku yang baiok, anak akan mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku
sang bapak pada dirinya. Demikian pula sebaliknya bapak menampilkan sikap
buruk, hal tersebutjuga aklan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian
anak.
Pengaruh kedua orang tuaterhadap perkembangan jiwa
keagamaan anak dalam pandangan islamsudah lama disadari. Oleh karena itu
sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut, kedua orang
tua diberikan beban dan tanggungjawab, ada semacam rangkaian ketentuan yang di
anjurkan kepada orang tua, yaitu mengumanfdangkan adzan ke telinga bayi saat
baru dilahirkan, mengadakan akikah, memberi nama yang baik, mengajarkan untuk
membaca Al-Qur’an, membiasakan shalat tepat waktu serta bimbingan yang lainya
yang sejalan dengan perintah agama. Keluarga dinilai sebagaifaktor yang paling
domonan dalam meletakan dasar perkembangan jiwa keagamaan.
b.
Lingkungan institusional
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut
memberi pengaruh dalam membantu
perkembangan kepribadian anak.
Menurut Singgih D. Gunarsa, pengaruh itu
dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1.
Kurikulum dan anak
2.
Hubungan Guru dan Murid
3.
Hubungan antara anak-anak
Dalam ketiga kelompok itu, secara umum unsur-unsur yang
menopang pembentukan tersebut, seperti ketekunan, disiplin, kejujuran, simpati,
sosialisasi, toleransi, keteladanan, sabar dan keadilan. Perlakuan dan
pembiasaan bagi sifat-sifat seperit itu umunya manjadi bagian dari program
pendidikan disekolah.
c.
Lingkungan Masyarakat
Sepintas lingkungan masyarakat, bukan merupakan
lingkungan yang mendukung unsur tanggung jawab, melainkan merupakan unsur
pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang lebih mengikat
sifatnya, bahkan, terkadang pengaruhnya loeih besar daalam perkembangan jiwa
keagamaan, baik dalam bentuk positif maupun negatif, misalnya, lingkungan
masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif
bagi perkembangan jiwa keagamaan anak, sebab kehidupan keagamaan terkondisi
dalam tatanan nilai dan institusi keagamaan. Keadaan seperti ini bagaimanapun
akan berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan warganya. [3]
C.
Perkembangan Keagamaan Warganya
Para ahli umumnya Zakiah
Darajat, Starbuch, William James sependapat bahwa pada garis besarnya
perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam 3 tahapan yang secar
kualitatif menunjukan karakteristik yang berbeda. Adapun penghayatan keagamaan
remaja adalah sebagai berikut:
1.
Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam 3 sub tahapan sebagai
berikut:
Ø Sikap negative (meskipun
tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat
kenyataan orang-orang bergama secara hipocrit (pura-pura0 yang pengakuan dan
ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya.
Ø Panfdangan dalam hal
ke-Tuhannya manjadi kacau karena ia banyak mambaca atau mendengar berbagai
konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau
bertentangan satu sama lain.
Ø Penghayatan rohaniyah
cenderung skeptic ( diliputi kewaswasan) sehingga banyak yang enggan melakukan
berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan .
2.
Masa remaja akhir yang ditandai
antara lain oleh hal-hal berikut ini :
Ø Sikap kembali, pada umumnya
ke arah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat
menjadi pegangan hidupnya menjelang dewasa
Ø Pandangan dalam hal
ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks
agama yang dianut dan dipilihnya.
Ø Penghayatan rohaniyah
kembali tenang, setelah melalui proses
identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebgai doktrin
atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik dan yang tidak.[4]
Bahaya
akan terjadi dan meluas apabila
kehidupan moral dan agama dalam masyarakat
yang negatif itu dibiarkan menjalar dan memengaruhi generasi muda. Untuk
itu, perlu ada tindakan antisipatif terhadap masalah yang cuukp membahayakan
itu, antara alin adalah:
1.
Perlu mengadakan saringan atau seleksi terhadap kebudayaan asing yang masuk
agar unsur-unsur yang negatif dapat dihindarkan.
2.
Agar pendidikan agama baik dalam keluarga maupun masyarakat
diidentifikasika supaya kehidupan beragama dapat terjamin dan selanjutnya nilai-nilai moral yang baik
dapat menjadi bagian dari pribadi bangsa dan generasi muda pada khususnya.
3.
Agar diadakan pendidikan khusus untuk orang dewasa dalam bidang kesehatan jiwa, supaya mereka dapat membantu dirinya sendiri dalam
menghadapi kegoncangan jiwa atau menghindari terjadinya kegoncangan dan
terciptqanya ketenangan serta kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari dirumah
dan masyarakat
4.
Perlu adanya biro-biro konsultasi, untuk membantu orang yang memerlukannya.
5.
Dalam kegiatan pembinaan itu sebaiknya pemerintahndengan wewenang yang ada
padanya mengambil tindakan dan langkah-langkah tegas dengan mengikut sertakan
semua lembaga, para ulama dan pemimpin masyarakat.[5]
BAB III
PENUTUP
Perkembangan moral pada remaja akan dikatakan baik
jika sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung
tinggi oleh kelompok sosialnya maupun
agama.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan
remaja membuat diri seseorang menjadi baik maupun sebaliknya, diantara faktor
intern, faktor inilah yang mendoktrin pada diri remja lewat dalam. Atau yang
dikenal dengan istilah batiniah seperti halnya tekanan pada pikiran maupun
perasaan, yang kedua adalah faktor ekstern. Faktor inilah yang identik
membentuk kepribadian pada diri remaja khususnya pada tingkah laku di mana
lingkunganlah yang paling berpengaruh terhadap pembentukan hal ini.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsul Arifin,
Bambang. 2008. Psikologi Agama, Bandung: CV.
Pustaka Setia.
Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan
Bintang.
http: // www.
Google.com
Jalaludin. Pengantar
Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT. Kalam Mulia.
0 komentar:
Post a Comment