PENDAHULUAN
Buya
Hamka merupakan tokoh pendidikan Islam yang dimana konsep pemikirannya sangat
monumental dan begitu spektakuler di kalangan manapun. Beliau adalah seorang
ulama pujangga dan tercakup dalam berbagai kualitas ketokohan dan keahlian.
Beliau adalah seorang pencetus dan pemuka Islam, pejuang, patriot, wartawan,
pengarang, sastrawan dan budayawan.
Beliau
menyumbangkan pemikirannya di berbagai bidang terutama dalam pendidikan.
Meskipun beliau dibesarkan dengan pendidikan tradisional yang kental akan
nuansa adatnya (ketat), dan beliau mampu mengemas pendidikan yang ketat menjadi
luwes tetapi tanpa menghilangkan ketradisionalannya. Selain itu, pandangan Buya
Hamka mengenai tujuan pendidikan yaitu untuk kebahagaian dunia dan akhirat
dengan penerapannya yang menggabungkan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Dalam
makalah ini akan dipaparkan bentuk-bentuk pemikiran Buya Hamka dalam bidang
pendidikan.
PEMBAHASAN
A.
Riwayat
HAMKA
“Hamka bukan hanya milik bangsa Indonesia, tetapi kebanggaan
bangsa-bangsa Asia Tenggara”.Begitulah
kata mantan Perdana Menteri Malaysia,Tun Abdul Rozak.Nama aslinya ialah Haji
Abdul Malik Karim Amrulloh biasa disebut dengan HAMKA yang merupakan singkatan
dari nama panjang beliau.[1]Beliau
lahir di Maninjau,Sumatra Barat pada tanggal 16 Februari 1908 M/ 13 Muharrom
1326 H.Belakangan ia diberikan sebutan Abuya,yaitu panggilan untuk orang
Minangkabau yang berasal dari kata abi,abuya yang berarti ayahku
atau orang yang dihormati.Ayahnya adalah Syech Abdul Karim ibn Amrulloh,yang
dikenal dengan Haji Rosul dan merupakan pelopor Gerakan Islah(tajdid) di
Minangkabau,sekembalinya dari Makkah pada 1906.[2]
Ia hidup dan berkembang dalam struktur masyarakat Minangkabau yang
menganut sistem trilineal.Sejak kecil ia menerima dasar-dasar agama dari sang
ayah.Pada usia 6 tahun,ia dibawa ayahnya ke Padang Panjang. Pada usia 7 tahun,ia
dimasukkan ke sekolah desa dan malamnya ia belajar mengaji al-Qur’an sampai
khatam.
Waktu itu pelaksanaaan pendidikan masih bersifat tradisional,materi
yang ada berupa pengajaran kitab-kitab klasik seperti
nahwu,shorof,mantiq,bayan,fiqih,dan yang sejenisnya dengan menggunakan sistem
hafalan.Meskipun tidak puas dengan sistemnya tersebut,ia tetap mengikutinya
dengan baiknya dengan baik.
Beliau Sekolah Dasar “Maninjau sehingga Darjah Dua” kemudian
padausia 10 tahun, ayahnya mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang bernama
“Sumatera Thawalib” di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari ilmu agama dan
mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau
dan masjid yang diberikan ulama terkenal pada masa itu seperti Syeikh Ibrahim
Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M.SurjopranotodanKiBagusHadikusumo. Sejak
muda, Hamka dikenal sebagai seorang pengelana.Bahkan ayahnya, memberi gelar Si
Bujang Jauh.
Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa untuk menimba ilmu tentang
gerakan Islam modern kepada HOS Tjokroaminoto,Ki Bagus Hadikusumo,RM
Soerjopranoto,dan KH Fakhrudin.Hamka juga banyak mengikuti berbagai diskusi dan
training pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualaman, Yogyakarta.Selain dikenal
sebagai ulama kharismatik,Hamka juga dikenal sebagai pujangga termashur.Sejak
usia 17 tahun, ia sudah menulis roman berjudul Siti Rabiah.Aktivitas tulis
menulis itu ditentang oleh keluarganya.Namun Hamka jalan terus untuk mencari
jati dirinya dan berusaha keluar dari bayangan nama besar ayahnya.
Pada usia 30-an, ia tak langsung memilih menjadi ulama, meski ia
sendiri termasuk muballig muda Muhammadiyah di kota Medan. Ia lebih suka bergelut
di bidang jurnalistik bersama Abdullah Puar. Hamka adalah seorang otodidak
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah,
sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat.Dengan kemahiran bahasa Arabnya
yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur
Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti
dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana
Perancis, Inggris dan Jerman seperti William James, Karl Marx dan Pierre Loti.
Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal
Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar
Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi
seorang ahli pidato yang handal.[3]
B.
Pemikiran
Hamkatentang Pendidikan.
Pendidikan
dalam pandangan Hamka terbagi 2 bagian yaitu:
1.
Pendidikan
jasmani,pendidikan untuk pertumbuhan & kesempurnaan jasmani serta,
2.
Pendidikan
ruhani,pendidikan untuk kesempurnaan fitrah manusia dengan ilmu
pengetahuan& pengalaman yang didasarkan pada agama.
Keduanya
memiliki kecenderungan untuk berkembang dengan melalui pendidikan,karena pendidikan
merupakan sarana yang paling tepat dalam menentukan perkembangan secara optimal
kedua unsur tersebut.Dalam pandangan Islam kedua unsur tersebut dikenal dengan
istilah fitrah.Titik sentral pemikiran Hamka dalam pendidikan Islam
adalah “fitrah pendidikan tidak saja pada penalaran semata, tetapi juga
akhlakulkarimah”.Fitrah setiap manusia pada dasarnya menuntun untuk senantiasa
berbuat kebajikan& tunduk mengabdi sebagai kholifah fi al-ardh maupun
‘abdulloh. Ketiga unsur tersebut adalah akal, hati, & pancaindra
yang terdapat pada jasad manusia.Perpaduan ketiga unsur tersebut membantu
manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan membangun peradabannya,memahami
fungsi kekhalifahannya,serta menangkap tanda-tanda kebesaran Allah.[4]
1.
Pengertian
dan Tujuan Pendidikan
Hamka membedakan makna pendidikan dan
pengajaran.Menurutnya pendidikan adalah serangkaian upaya yang dilakukan
pendidik untuk mendidik membantu membentuk watak budi akhlak dan kepribadian peserta didik,sedangkan
pengajaran yaitu upaya untuk mengisi intelektual peserta didik dengan sejumlah
ilmu pengetahuan. Keduanya memuat makna yang integral dan saling melengkapi
dalam rangka mencapai tujuan yang sama,sebab setiap proses pendidikan
didalamnya terdapat proses pengajaran.Demikian sebaliknya proses pengajaran
tidak akan banyak berarti apabila tidak dibarengidengan proses pendidikan.[5]
Menurut Hamka ada tiga term yang digunakan para ahli untuk
menunjukkan istilah pendidikanIslam:
a.
Ta’lim:Aspek-aspek pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan seseorang dalam
hidupnyadanpedomanperilakuyangbaik.
b.
Tarbiyah:Pengembangan ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni
pengalaman ilmu yang benar dalam mendidik pribadi.
c.
Ta’dib: Penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan
kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.
Dari ketiganya Hamka lebih condong
dalam istilah Tarbiyah, karena menurutnya tarbiyah kelihatannya
mengandung arti yang lebih komprehensif dalam memaknai pendidikan Islam, baik
vertikal maupun horizontal (hubungan ketuhanan dan kemanusiaan).Adapun
prosesnya adalah pemeliharaan dan pengembangan seluruh potensi (fitrah) peserta
didik, baik jasmaniah maupun rohaniah.Dalam
pembahasan hal ini hampir sama dengan pemikiran Syed M.Naquib Al-Attas namun
beliau lebih spesifik dalam ta’dib atau adab.
Adapun pandangan Hamka mengenai Tarbiyah yaitu:
a.
Menjaga
dan memelihara pertumbuhan fitrah (potensi) peserta didik untuk
mencapaikedewasaan.
b.
Mengembangkan
seluruh potensi yang dimilikinya, dengan berbagai sarana pendukung (terutama
bagi akal dan budinya).
c.
Mengarahkan
seluruh potensi yang dimiliki peserta didik menuju kebaikan dan kesempurnaan
seoptimal mungkin.
Kesemua proses
tersebut kemudian dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan
diri peserta didik.
Adapun tujuan pendidikan menurut Hamka memiliki 2 dimensi yaitu
bahagia dunia akhirat.Untuk mencapai hal tersebut dapat diperoleh melalui
ibadah.Oleh karena itu,segala proses pendidikan pada akhirnya bertujuan agar
dapat menuju dan menjadikan anak didik sebagai abdi Allah.Dengan demikian
tujuan pendidikan Islam menurut Hamka
sama dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri,yakni untuk mengabdi dan
beribadah kepada Allah.Ia mengatakan bahwa ibadah adalah mengakui diri sebagai
budak atau hamba Allah, tunduk kepada kemauan-Nya,baik secara sukarela maupun
terpaksa.[6]
2.
Tugas
dan Tanggung Jawab Pendidik
Tugas pendidik secara umum adalah memantau mempersiapkan dan mengantarkan peserta didik
untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas,berakhlak mulia dan bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat secara luas.Dengan pelaksanaan pendidikan yang demikian
peserta didik diharapkan mampu mewujudkan tujuan hidupnya baik secara
horizontal (kholifah fil ard) maupun vertikal (‘abd Allah).Dalam
hal ini setidaknya ada tiga intitusi atau pihak yang ikut andil dalam bertugas dan
bertanggungjawab dalam pelaksanaan pendidikan yaitu:
a.
Lembaga
pendidikan informal
Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan akhlak
dan pola pikir anak,dan hanya keluarga yang demokratis akan mampu mengembangkan
dinamika secara maksimal.Orang tua memegang peranan penting bagi pembentukan
kepribadian terutama akhlak seorang anak.Dalam hal ini orang harus menjadi
contoh yang baik dan berakhlak sebelum membentuk karakter anak untuk mempunyai
keprubadian yang baik.Adapun rambu-rambu untuk kedua oarang tua dalam
melaksanakan pendidikan terhadap anak yaitu:
a.
Mengajarkan
anak untuk cepat bangun dan jangan banyak tidur.
b.
Menanamkan
didikan akhlak yang mulia dan hidup sederhana.
c.
Mengajarkan
cinta kasih dan kehidupan harmonis melalui cerita-cerita.
d.
Membiasakan
untuk selalu percaya diri dan mandiri.
Halini memang nampak
sekali seperti adanya keterpaksaan namun bukan berarti sang orang tua berkuasa
penuh dalam gerak anak,melainkan orang tua menuntun dan mengontrol agar
kebebasan gerak potensi yang dimiliki anak terealisasikan secara maksimal.
b.
Lembaga
pendidikan formal
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang tersusun secara terencana
dan sistematis.Sekolah bertugas mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam
peserta didik secara maksimal sehingga memiliki sejumlah kemampuan yang dapat
dipergunakan untuk melaksanakan fungsinya ditengah-tengah masyarakat. Dalam hal
ini seorang guru bertugas membimbing peserta didiknya untuk memiliki ilmu yang
luas,berakhlak mulia,dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
c.
Lembaga
pendidikan non formal
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang sangat luas dan
berpengaruh dalam proses pembentukan kepribadian seorang anak.Lembaga ini
merupakan lembaga pendukung dalam pelaksanaan proses pendidikan secara praktis.
Sesuai dengan fitrahnya yakni makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa
adanya interaksi dan membutuhkan bantuan
orang lain yang ada disekitarnya. Eksistensinya yakni saling bekerja sama dan saling
mempengaruhi antara satu dan yang yang lainnya.Melalui bentuk komunitas
masyarakat yang harmonis, menegakkan akhlak nilai akhlak,dan hidup sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam,akan dapat mewujudkan tatanan kehidupan yang tentram.Kondisi
masyarakat yang seperti inilah yang merupakan ciri masyarakat ideal bagi
terlaksananya pendidikan secara efekif dan dinamis.Oleh karena itu,
memformulasikan sistem pendidikan diperlukan pendekatan psikologis dan
sosiologis,dan pendekatan dilakukan dengan mengakomodir dan menyeleksi sistem
nilai sosial (adat) serta dengan pendekatan ini pendidikan mampu memainkan
perannya sebagai agent of change dan agent of social culture.[7]
3.
Syarat-Syarat
Pendidik
Untuk mewujudkan proses pendidikan yang ideal, seorang pendidik dituntun
memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a.
Adil
dan objektif.
b.
Berakhlakul
karimah.
c.
Menyampaikan
ilmu tanpa ada yang ditutupi.
d.
Menghormati
keberadaan murid sebagai manusia yang dinamis.
e.
Memberikan
ilmu sesuai dengan tempat waktu kemampuan dan perkembangan jiwa.
f.
Memperbaiki
akhlak dengan bijaksana.
g.
Membimbing
sesuai dengan tujuan pendidikan.
h.
Memberikan
bekal ilmu agama &umum.
i.
Mengajari
hidup teratur.
j.
Ikhlas
dan tawadhu’.
k.
Membiasakan
diri untuk membaca.[8]
4.
Tugas
dan Tanggung Jawab peserta didik
Menurut Buya Hamka tugas dan tanggung jawab peserta didik ialah
berupaya mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan seperangkat ilmu
pengatahuan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang telah dianugerahkan oleh
Allah SWT melalui fitrah-Nya. Sebagai seorang yang berupaya mencari ilmu
pengetahuan maka peserta didik dituntut untuk:
a.
Jangan
putus asa.
b.
Jangan
lalai.
c.
Tidak
merasa terhalang karena faktor usia.
d.
Bertingkah
laku sesuai dengan ilmu yang dimiliki.
e.
Memperbagus
tulisan agar mudah dibaca.
f.
Sabar
dan meneguhkan hati.
g.
Mempererat
hubungan dengan guru.
h.
Khusyu’dan
tekun.
i.
Berbuat
baik pada orang tua dan abdikan ilmu untuk maslahat umat.
j.
Jangan
menjawab sesuatu yang tidak berfaedah.
k.
Menganalisa
fenomena alam semesta secara seksama dan bertafakur.[9]
5.
Materi
dan Metode Pendidikan
Menurut Hamka materi pendidikan dapat dibagi menjadi empat
bentuk,yaitu:
a.
Ilmu
agama,seperti tauhid,fiqih,tafsir,hadits,nahwu,shorof,mantiq, dan lain-lain.Materi
ini dimaksudkan untuk menjadi alat kontrol dan pewarna kepribadian peserta
didik.
b.
Ilmu
umum,seperti sejarah,filsafat,sastra,ilmu berhitung,falak,dan sebagainya.Dengan
ini akan membuka wawasan keilmuan terhadap perkembangan zaman.
c.
Keterampilan,seperti
olahraga berguna untuk membuat tubuhnya sehat dan kuat.
d.
Kesenian,seperti
musik,menggambar,menyanyi,dan sebagainya,dimaksudkan agar peserta didik akan
memiliki rasa keindahan dan akan memperhalus budi rasanya.[10]
Agar proses
pendidikan bisa terlaksana secara efektif dan efisien, maka hendaknya perlu
mempergunakan berbagai macam metode yang bisa mengantarkan peserta didik
memahami semua materi dengan baik.
Pertama, metode secara umum diantaranya:
1.
Diskusi,proses
bertukar pikiran antara dua belah pihak, proses ini bertujuan untuk mencari
kebenaran melalui dialog dengan penuh keterbukaan dan persaudaraan.
2.
Karya
wisata,mengajak anak mengenal lingkungannya, dengan ini sang anak akan
memperoleh pengalaman langsung serta kepekaan terhadap sosial.
3.
Resitasi,
memberikan tugas seperti menyerahkan sejumlah soal untuk dikerjakan,
dimaksudkan agar anak didik memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanat yang
diberikan kepadanya.[11]
Kedua,
metode Islami, di antaranya:
1.
Amar
ma’ruf nahi mungkar, menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat jahat.
Bertujuan agar tulus hati dalam memperjuangkan kebenaran dan menjadikan pergaulan
hidup lebih sentosa.
2.
Observasi,
memberikan penjelasan dan pemahaman materi pada peserta didik. Metode ini
digunakan agar peserta didik lebih mengenal Tuhannya.[12]
6.
Evaluasi
pendidikan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang
dilakukan dalam proses pendidikan, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
proses belajar mengajar uantuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebagai
landaasan berpijak aktivitas suatu pendidikan.Pandangan Hamka dalam evaluasi
seperti para tokoh-tokoh pendidikan Islam lainnya yakni mengarah pada ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Evaluasi dapat dilakukan dengan memberikan beberapa
tugas, seperti yang terdapat pada metode pembelajaran yang berupa resitasi. Ini
merupakan evaluasi yang dilakukan secara
global atau yang biasa dilakukan secara umum. Sedangkan dalam pendidikan
tauhid, evaluasi mengarah pada sesuatu yang menyadarkan diri (introspeksi diri)
dimana syur(perasaan) sebagai barometernya.[13]
7.
Kurikulum
Sebagai
rencana pelajaran yang merupakan bentuk usaha peningkatan pendidikan, kurikulum
terdiri dari 4 kelompok, yaitu :
1.
Agama,
yang mencakup :
a.
Tafsir
Al Quran
b.
Hadits
& Mushtkahah Hadits
c.
Fiqih
dan Ushul fiqih
d.
Tauhid
Islam
e.
Tarikh
Tasyri’ Islamy
f.
Tauhid
/ Ilmu Kalam
g.
Akhlak
dan tasawuf
2.
Bahasa,
dengan kajian :
a.
Bahasa
Arab dengan alat-alatnya ,yakni Nahwu, Sharaf, Balaghah, Ma’ani, Bayan, Mantiq
(logika), Insya’, Tarjamah, Muhawarah, Khithabah dan Khath.
b.
Bahasa
Belanda
c.
Bahasa
Inggris
3.
Pengetahuan
Umum, meliputi :
a.
Berhitung
/ Aljabar
b.
Ilmu
Ukur (Handasah)
c.
Ilmu
Bumi (Geografi)
d.
Ilmu
Alam
e.
Ilmu
Hayat (Hewan & Tumbuh-tumbuhan)
f.
Sejarah
umum dan tanah air
g.
Ilmu
Falak
4.
Keguruan/Dakwah
dan Kepemimpinan
a.
Iilmu
mengajar dan mendidik ( At Tarbiyah watta’lim)
b.
Ilmu
Jiwa Umum dan Ilmu Jiwa Anak
c.
Muqaranah
Al Adyan ( Perbandingan Agama)
d.
Organisasi
dan Administrasi Muhamadiyah
e.
Muhadlarah
atau pidato[14]
8.
Relevansi
Pemikiran Hamka dengan pendidikan saat ini
Pemekiran Hamka tentang pendidikan
di ilhami oleh keterkaitan norma agama, kebijakan politik, potensi peserta
didik dan dinamika aspirasi masyarakat. Norma-norma tersebut mengacu pada
landasan sistem nilai yang universal dan kemudian di jabarkan ke dalam
kaidah-kaidah pendidikan islam yaitu, tanggung jawab manusia kepada Tuhan,
perkembangan kekuatan potensial dan riil manusiawi, perkembangan masyarakat,
dan pendayagunaan potensi peserta didik secara maksimal.[15]
Hamka mengemas pendidikan masa depan
yang mencerminkan pendidikan yang mengingat masa lalu, melihat
masa sekarang, dan menginginkan masa depan yang lebih baik. Hal ini
terlihat bahwa pendidikan yang ditawarkan mengandung prinsip integralitas,
relativitas, pendekatan sistem, meskipun dalam bentuk sedehana dan ekologis.
Melalui pemikirannya, Hamka
memperlihatkan relevansi yang harmonis antara ilmu-ilmu agama dan umum.
Eksistensi agama bukan hanya sekedar melegitimasi sistem sosial yang ada,
melainkan juga perlu memperhatikan dan mengontrol perilaku manusia secara baik.
Perilaku sistem sosial akan lebih hidup tatkala pendidikan yang dilaksanakan
ikut mempertimbangakan dan mengayomi dinamika fitrah peserta didik serta
mengintegralkan perkembangan ilmu-ilmu agama dan umum secara profesional.
Dengan pendekatan seperti ini pendidikan akan dapat memainkan peranan nya
sebagai motivator dan sekaligus pengendali sistem sosial (social control)
secara efektif.[16]
Namun perlu diketahui bahwa sistem
pendidikan saat ini cenderung berorientasi pada bidang kajian umum, sehingga
pendidikan ini merupakan pendidikan sekuler-materialistik. Hal ini dapat
terlihat pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan
jenis pendidikan umum pasal 15 yang berbunyi, “Jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus”.[17]
Dari sini terlihat jelas dalam pasal ini terdapat dikotomi pendidikan, yakni
pendidikan umum dan agama. Pendekatan yang diambil pada sisitem pendidikan
terkesan masih berorientasi pada kajian ilmu eksak dan sosial, serta kurang
melakukan apresiasi dengan ilmu-ilmu agama.
Minimnya peran agama juga tampak
jelas pada UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab X tentang kurikulum pasal 37 ayat
(1). Dalam pasal ini dijelaskan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman & bertaqwa pada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.[18]Namun
tidak dijelaskan mengenai bahan kajian secara umum, sehingga dipandang bahwa
pendidikan agama kurang diperhatikan. Secara realitanya, pendidikan agama pada
lembaga sekolah terutama sekolah negeri,
sebagian besar hanya memberikan jam mata pelajaran lebih sedikit daripada mata
pelajaran umum. Fenomena ini tanpa disadari telah menggiring peserta didik yang
“hampa” akan nilai-nilai religiusitas sebagai warna kepribadiannya.[19]
Denagn demikian, setidaknya sistem
pendidikan yang diadopsi sekarang ini termotivasi dengan pemikiran Abuya Hamka
tentang pendidikan. Sehingga mampu menyeimbangkan ilmu-ilmu agama dan umum,
yang dimana ilmu-ilmu tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang
lain. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik mempunyai mempunyai jiwa spiritual
sebagai makhluk yang mempunyai fitrah yang pada dasarnya menuntun untuk
senantiasa berbuat kebajikan dan tunduk mengabdi pada khaliqnya[20],
dan hal inilah yang mengantarkan bahwa pendidikan agama sangat penting untuk kehidupan.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan
dalam makalah di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan dalam pandangan Hamka
terbagi 2 bagian yaitu:
Pertama, Pendidikan jasmani yaitu pendidikan untuk pertumbuhan &
kesempurnaan jasmani.
Kedua, Pendidikan ruhani yaitu pendidikan untuk kesempurnaan fitrah
manusia dengan ilmu pengetahuan& pengalaman yang didasarkan pada agama.
Menurut
Beliau juga ada tiga term yang digunakan para ahli untuk menunjukkan istilah
pendidikan Islam, yaitu Ta’lim, Tarbiyah, dan Ta’dib. Dan
dari ketiganya Hamka lebih condong dalam istilah Tarbiyah, karena
menurutnya tarbiyah kelihatannya mengandung arti yang lebih komprehensif dalam
memaknai pendidikan Islam, baik vertikal maupun horizontal (hubungan ketuhanan
dan kemanusiaan). Adapun prosesnya adalah pemeliharaan dan pengembangan seluruh
potensi (fitrah) peserta didik, baik jasmaniah maupun rohaniah. Penjabaran dari
pandangan Hamka mengenai Tarbiyah yaitu:
Pertama,menjaga dan memelihara pertumbuhan fitrah (potensi) peserta didik
untuk mencapai kedewasaan.
Kedua,
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, dengan berbagai
sarana pendukung (terutama bagi akal dan budinya).
Ketiga,mengarahkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik menuju
kebaikan dan kesempurnaan seoptimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis & Syamsul Nizar. 2005.Ensiklopedi Tokoh Pendidikan
Islam. Ciputat: Quantum Teaching.
http//pemikiran-pendidikan-islam-hamka.html
Narasi.2006. 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia. Yogyakarta:
PT. Narasi.
Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Amarulloh.Kenang-kenangan 70 Tahun
Hamka.(Tanpa Penerbit dan Tanpa Tahun)
[1] Narasi, 100
Tokoh yang Mengubah Indonesia (Yogyakarta: PT. Narasi, 2006), hal. 79
[2] Syamsul
Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal.
225
[3]http//pemikiran-pendidikan-islam-hamka.html,diakses
pada 12 April 2012.
[4]Syamsul
Kurniawan dan Erwin Makhrus, Op. Cit, hal. 229-230
[5] Ramayulis
& Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Ciputat:
Quantum Teaching, 2005), hal.226
[6] Syamsul
Kurniawan dan Erwin Makhrus, Op. Cit, hal. 230
[7] Ramayulis
& Syamsul Nizar, Op. Cit, hal 268-274
[12] Syamsul
Kurniawan dan Erwin Makhrus, Op. Cit, hal. 246
[13] Syamsul
Kurniawan dan Erwin Makhrus, Op. Cit, hal. 248
[14]Amarulloh.Kenang-kenangan
70 Tahun Hamka.(Tanpa Penerbit dan Tanpa Tahun),hal 60-61
[15]Ramayulis &
Syamsul Nizar,Op.Cit.,hlm 283
[17]Anwar Arifin, Memahami
Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-undang Sisdiknas
(Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003), hlm.41
[18]Ibid, hlm.79
[19]Ramayulis &
Syansul Nizar, Op.Cit.,hlm 285
[20]Syamsul
Kurniawan& Erwin Mahrus Op.Cit.,hlm 229
0 komentar:
Post a Comment