I.
PENDAHULUAN
Apabila seorang
filosof mulai melakukan pekerjaannya maka ia akan mulai dengan mengemukakan
berbagai pertanyaan. Pertanyaan – pertanyaan itulah sebagai bahan mentah dari
seorang filosof. Filsafat lebih banyak mengandung isi studi tentang pertanyaan,
daripada tentang jawaban. Dimensi umum dari pertanyaan – pertanyaan filsafat
meliputi: pendidikan, pribadi manusia, kemasyarakatan, masalah kosmos dan lain
– lain. Tetapi yang paling diutamakan oleh seorang ahli filsafat adalah
bertanya yang benar tentang kebenaran, yakni kebenaran yang sesuai dan dapat
dimengerti.
II. PERMASALAHAN
Pada umumnya orang
akan menerima suatu pemecahan masalah jika cara yang dilakukan merupakan suatu
yang nyata, sesuatu itu dapat diterima oleh akal yang selanjutnya hasilnya
dapat dianggap sebagai kebenaran.
Filsafat dalam
mencari pemecahan masalah berhadapan dengan masalah utama “Apa yang nyata?”
atau ontologi, yaitu mencari dan menemukan hakikat dari sesuatu yang ada.
Secara sederhana di
bawah ini akan dibahas mengenai ontologi filsafat pendidikan yang meliputi
hakikat ontologi, scope kajian ontologi dan implikasi ontologi dalam dunia
pendidikan.
III. PEMBAHASAN MASALAH
a. Hakikat Ontologi
Secara etimologi
ontologi berasal dari bahasa Yunani “ethos” dan “logos” ethos adalah kata kerja
dari einai artinya yang sedang berada, sedangkan logos berarti ilmu. Dengan
demikian secara bahasa ontologi dapat diartikan ilmu yang membicarakan segala
sesuatu yang ada. Atau dengan kata lain ontologi adalah bagian cabang filsafat
yang membahas tentang hakikat hidup.[1]
Ontologi berarti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata dan bagaimana keadaan
yang sebenarnya: apakah hakikat di balik alam nyata ini. Ontologi menyelidiki
hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas bagi
pancaindra kita. Bagaimana realita yang ada ini, apakah materi saja, apakah
wujud sesuatu ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan, apakah realita
berbentuk satu unsur, dua unsur, ataukah terdiri dari unsur yang banyak.[2]
Dapat ditarik suatu
alur bahwa ontologi itu sebagai salah satu cabang dari filsafat yang ingin
mencoba menemukan hakikat dari suatu yang ada, realitas merupakan bagian dari
yang ada itu sendiri. Hakikat dari realitas adalah segala sesuatu yang
mengitari kita. Sisi dari realitas merupakan esensi dan hakikat esensi adalah
eksistensinya, yang akan berhenti setelah adanya ketetapan atau jawaban yang
benar. Dapat dipahami bahwa hakikat ontolog adalah memecahkan permasalahan
realitas secara tepat, karena konsepsi kita tentang realitas mengontrol
pertanyaan kita tentang dunia ini. Dan tanpa adanya pertanyaan, kita jelas
tidak akan memperoleh jawaban darimana kita nantinya akan membina kumpulan ilmu
pengetahuan yang kita miliki dan menetapkan disiplin tentang masalah – masalah
pokoknya.
b. Scope Kajian Ontologi
Perhatian kita
dalam pendidikan yang mengandung masalah – masalah filosof utama adalah
ontologi yang merupakan studi tentang realitas yang tertinggi. Cakupan kajian
ontologi meliputi yang ada (being) dan yang nyata (realitas) maupun esensi dan
eksistensi. Hal ini karena realitas (yang nyata) merupakan bagian yang ada. Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada
dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah
ontologi banyak di gunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat
ilmu. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang
termuat dalam setiap kenyataan.[3]
Berikut ini akan dijelaskan scope
kajian ontologi antara lain;
a. Yang ada (being)
Apakah hakikat sesuatu yang ada itu
diciptakan, atau ada dengan sendirinya. Jika diciptakan siapa yang menciptakan
dan bagaimana proses berlangsungnya penciptaan tersebut dan jika ada dengan
sendirinya apakah mungkin?
Dalam pengalaman hidup kita sehari –
hari, tidak ada yang ada dengan sendirinya dan tidak ada yang ada
secara kebetulan. Proses yang berjalan adalah mekanisme hukum alalm. Oleh sebab
itu, tidak ada yang ada dan yang mengadakan dalam satu ada. Dengan kata
lain tidak ada pencipta dan ciptaan, sebab dan akibat menyatu dalam ada
yang satu dan berada dalam ruang dan waktu yang sama.
Pada prinsipnya ada itu ada
dua, ada menciptakan dan ada yang diciptakan, ada yang
menyebabkan dan ada yang diakibatkan.
b. Yang nyata (Realitas)
Masalah realitas dapat dipahami dengan
pernyataan bahwa nyata dan ada mempunyai pengertian serupa. Kata
ada kita pandang sebagai keragaman yang spesifik dan prosedur ontologi yang
pertama digunakan untuk membedakan apa yang sebenarnya nyata atau ada
eksistensinya dari apa yang hanya nampaknya saja nyata. Sebagai contoh berikut:
Sebuah tongkat itu lurus, menurut perasaan dan penglihatan kita, sebelum kita
ceburkan ke dalam air. Tetapi setelah di dalam air menurut perasaan dan
penglihatan kita ternyata tongkat tersebut bengkok. Kita ambil lagi tongkat
tersebut, maka ternyata keadaan tongkat tersebut terlihat seperti biasa yaitu
lurus.
c. Esensi dan Eksistensi
Dalam setiap yang ada, baik yang nyata
maupun yang tidak nyata selalu ada dua sisi di dalamnya, yaitu sisi esensi dan
sisi eksistensi. Bagi yang ghaib, sisi yang nampak adalah eksistensi, sedangkan
bagi yang ada yang konkret, sisi yang nampak bisa kedua – duanya, yaitu esensi
dan eksistensi. Dalam kehidupan manusia, yang terpenting adalah eksistensinya,
seperti kayu akan lebih bermakna ketika sebuah kayu mempunyai eksistensinya
sebagai meja kursi. Eksistensi berada pada hubungan – hubungan yang bersifat
konkret, baik vertikal maupun horizontal dan bersifat aktual dan eksistensi
juga berorientasi pada masa kini dan masa depan, sedangkan esensi adalah
kemasalaluan.
c. Implikasi Ontologi dalam
dunia Pendidikan
Implikasi ontologi
secara nyata dapat dibuktikan di dunia pendidikan. Pada sebagian SMA, mata
pelajaran yang berpokok pangkal pada
idea, seperti kesusastran umpamanya, masih dianggap oleh sebagian masyarakat
mempunyai derajat lebih tinggi. Seluruh kurikulum berisi macam – macam mata
pelajaran yang telah diatur dan ditettapkan secara hierarki. Di SMA terdapat
pula mata pelajaran yang isinya mengandung idea dan konsep – konsep. Pada
tingkatan Universitas, pandangan kaum idealis ini lebih jelas lagi
penerapannya. Pengetahuan seni budaya adalah bidang studi yang mempersiapkan
bahan pemikiran dan kebebasan berpikir. Bidang studi yang dianggap penting
adalah mata kuliah yang bersifat teoritis, abstrak dan simbolis.
Selain itu
pandangan ontologi ini secara praktis akan menjadi masalah utama pendidikan.
Sebab anak bergaul dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk
mengerti sesuatu. Anak – anak di sekolah atau masyarakat akan menghadapi
realita, objek pengalaman, benda mati, sub human, dan human. Bagaimana asas –
asas pandangan religius tentang adanya makhluk – makhluk yang berakhir dengan
kematian. Bagaimana kehidupan dan kematian dapat dimengerti.
Dengan demikian
anak – anak harus mendapat bimbimgan agar dapat memahami realita dunia yang
nyata ini, sehingga diharapkan anak – anak mampu mengerti perubahan – perubahan
didalam lingkungan hidupnya tentang nilai – nilai moral dan hukum. Daya pikir
yang kritis akan sangat membantu pengertian tersebut. Kewajiban pendidik
kaitannya dengan ontologis ini ialah membina daya pikir yang tinggi dan kritis
pada anak.[4]
Implikasi pandangan
ontologi terhadap pendidikan adalah bahwa dunia pengalaman manusia yang harus
memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isinya dalam arti sebagai
pengalaman sehari – hari. Melainkan sebagai sesuatu yang tak terbatas realitas
fisis, spiritual, yang tetap dan yang berubah – ubah. Juga hukum dan sistem
kesemestaan yang melahirkan perwujudan harmoni dalam alam semesta, termasuk
hukum dan tertib yang menentukan kehidupan manusia.[5]
IV. ANALISIS
Analisis yang dapat
diambil dalam materi di atas adalah pada kajian ontologi, seorang filosof
berusaha ingin mencari apa yang ada di alam raya ini. Begitu juga para
filosof juga memikirkan apa yang nyata dalam alam raya ini. Namun
apabila hal ini dilakukan oleh orang awam, maka hasilnya akan membuang waktu
saja dan tidak bermanfaat.
V. KESIMPULAN
Ontologi adalah
ilmu tentang yang ada dan realitas. Meninjau persoalan secara ontologis adalah
mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas dengan refleksi rasional serta
analisis dan sintesis logis.
Cakupan kajian
ontologi meliputi realitas yang ada dan yang nyata maupun esensi dan
eksistensi. Hal ini karena realitas merupakan bagian yang ada.
Kurikulum merupakan
inti dari pendidikan. Dalam muatan kurikulum sangat menekankan pentingnya
pandangan filsafat pendidikan yang menyeluruh. Jangkauan maupun isi kurikulum
diambilkan dari hal yang telah diketahui manusia dari nilai – nilai yang
diperoleh dari alam semesta.
VI. PENUTUP
Demikian makalah
ontologi ini kami buat, semoga isi dalam kandungan makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Apabila ada kekurangan dalam makalah ontologi ini, itu
merupakan suatu kekhilafan dari kami.
DAFTAR
PUSTAKA
http://van88.wordpress.com/filsafat-dan-tujuan-pendidikan/
Idi, H. Jalaluddin
dan Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz Media
Khobir, Abdul. 2007.
Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press
Syam, Mohammad
Nor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsfat Kependidikan Pancasila. Surabaya:
Usaha Nasional
[1] Abdul Khobir, Filsafat
Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal. 17-18.
[3] http://van88.wordpress.com/filsafat-dan-tujuan-pendidikan/
[4] Abdul Khobir, Filsafat
Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal. 21-23.
[5] Mohammad Nor Syam, Filsafat
Kependidikan dan Dasar Filsfat Kependidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1988), hal. 32.
0 komentar:
Post a Comment