BAB I
PENDAHULUAN
Pada pertengahan tahun 1978 masyarakat dunia sempat
dikejutkan dengan keberhasilan percobaan controversial yang dilakukan oleh dokter Steptoe dan dokter Edwards, yaitu
dengan lahirnya Louis Brown. Louis Brown adalah bayi montok dan normal yang
merupakan hasil rekayasa bayi tabung. Berbagai disiplin ilmu mengomentari
masalah ini dari sudut pandang masing-masing. Bidang kedokteran menyambut baik
keberhasilan ini sebagai hal yang positif dan penelitian lajutan yang lebih
unik semakin banyak dilakukan.
Louis Brown merupakan hasil konsepsi
yang dipertemukan di dalam tabung gelas dari sel sperma dan sel ovum suami
isteri John dan Lesley.
Di negeri kita masalah bayi tabung
menjadi populer setelah lahirnya seorang bayi tabung pada awal tahun 1980.
Sedang untuk jawa tengah seorang bayi tabung baru berhasil diupayakan pada
tanggal 16 Agustus 1990 di RS Telogoyoso. Pada masa sekarang, bayi tabung mulai
marak dikarenakan banyaknya pasangan suami isteri yang dudah bertahun-tahun
menikah tetapi belum dikaruniai anak. Merekapun gelisah seiring dengan
bertambahnya usia, namun, kegelisahan ini sedikit tertolong dengan munculnya
teknologi bayi tabung.
Dengan perkembangan teknologi bayi
tabung yang mulai dilirik sebagian masyarakat, ternyata, ini juga menimbulkan
kontroversial dalam masyarakat, yaitu mengenai hukum bayi tabung dalam
perspektif hukum Islam. Inilah kemudian yang kita angkat dalam makalah ini.
Kami berharap melalui makalah ini, pembaca dapat mengetahui dan memahami hukum
bayi tabung dalam perspektif hukum Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bayi Tabung
Para ahli berbeda pendapat dalam mengartikan bayi
tabung antara lain yaitu; bayi tabung menurut Prof. Sarwono diartikan mani
seorang laki-laki yang dikumpulkan terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke dalam
alat kandungan seorang wanita yang kemudian dinamakan permanian buatan (insenmination
articificialis). Kemudian H. Ali Akbar mengartikan bayi tabung ialah
membuahi istri tanpa junub yang dilakukan dengan pertolongan dokter. Sedangkan
Anwar dan Raharjo mengartikan bayi tabung ialah usaha jalan pintas untuk
mempertemukan sel sperma dengan sel telur di luar tubuh (invitro
fertilization). Setelah terjadi konsepsi, hasil tersebut dimasukkan kembali
ke dalam rahim ibu (embrio transfer) sehingga dapat tumbuh menjadi janin
sebagaimana layaknya kehamilan biasa. Oleh karena pembuahannya dilakukan di tabung
gelas, maka lazim disebut bayi tabung atau dengan istilah lain inseminasi
buatan.
Inseminasi buatan di masa kini tidak lagi hanya
untuk menolong pasangan infertile bahkan sekarang motivasi percobaan bayi
tabung adalah untuk mendapatkan anak super. Untuk maksud tersebut tidak lagi
digunakan sperma suami dari wanita yang menginginkan anak, melainkan dari
sperma laki-laki lain yang lazim disebut donor.
Untuk memenuhi permintaan wanita yang menginginkan
sperma donor, maka didirikanlah bank-bank sperma. Misalkan di California
berdiri bank sperma Escondido dan juga di Inggris, lebih jauh lagi mulai timbul
inisiatif “ibu sewaan” (biring mother) yang pada prinsipnya menyediakan
seorang wanita untuk mengandung hasil konsepsi inviltro tadi.
Di Indonesia masalah bank sperma mulai banyak
dibicarakan setelah lahirnya bayi tabung pertama kali pada awal 1980. Menurut
pengakuan Suma Praja, sampai tanggal 4 Oktober 1980 di Indonesia telah banyak
anak-anak hasil inseminasi buatan yang berasal dari sperma donor.
Masalah-masalah tersebut merupakan persoalan
serius yang membutuhkan penjelasan segera. Fenomena tersebut di masa mendatang
akan membawa perubahan besar yang menyangkut moral, sosial, budaya, media dan
agama.
B.
Aspek-aspek Bayi Tabung
Bayi
tabung dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu :
1.
Aspek medis
Tindakan fertilisasi invitro ini tampaknya
sederhana dan mudah dilakukan, tetapi kenyataannya masalah yang rumit dan
memerlukan persiapan yang matang. Selain itu diperlukan juga sarana dan
fasilitas yang memadai, orang yang ahli di bidangnya, serta memerlukan
ketelitian yang tinggi.
Prosedur fertilisasi in vitro secara umum dapat
dibagi menjadi beberapa tahapan:
a.
Seleksi dan persiapan pasien
b.
Stimulasi indung telur
c.
Penentuan saat pengambilan ovum
d.
Pengambilan ovum
e.
Persiapan ovum
f.
Persiapan sperma dan inseminasi
g.
Kultur embrio
h.
Transfer embrio
i.
Perawatan pasca transfer
Indikasi fertilisasi in vitro meliputi:
a.
Kerusakan saluran telur
b.
Infertilitas laki-laki
c.
Infertilitas idiopatik
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
seorang yang cocok untuk mendapatkan tindakan fertilisasi in vitro adalah
sebagai berikut:
a.
Umur wanita tidak boleh lebih dari 30 tahun
b.
Mempunyai status hormonal yang normal dengan ovulasi regular
c.
Setidak-tidaknya didapatkan satu indung telur yang normal dan dapat dicapai
untuk melakukan aspirasi sel telur (ovum pick up)
d.
Yang terbaik adalah sperma normal atau parameter di atas normal
e.
Pasangan tersebut harus benar-benar bersedia bekerja sama dengan tim dokter
yang menanganinya
2.
Aspek moral kejiwaan
Ditinjau dari segi kejiwaan, keberadaan bayi
tabung dapat diterangkan menurut pendekatan perkawinan, anak, pelaksanaan dan
kehadiran anak tabung tersebut di tengah masyarakat.
Dalam suatu perkawinan, masalah anak sangat
potensial untuk timbulnya permasalahan. Sebagian besar orang beranggapan bahwa
wanita baru sempurna fungsi kodratnya bila dia dapat melahirkan anak. Oleh
karena itu, bagi pasangan yang belum atau tidak mempunyai keturunan akan
menempuh berbagai berbagai upaya untuk mendapatkannya. Di antara upaya tersebut
yaitu dengan metode bayi tabung. Meskipun untuk menetukan pilihan ini harus
diperhatikan berbagai pertimbangan. Dari pendekatan anak, anak mempunyai dua
nilai, yaitu nilai ekonomi dan nilai kultural.
Ditinjau dari pelaksanaan percobaan bayi tabung
ini, pertimbangan psikologi perlu diperhatikan pada pasangan itu sendiri dan
tim medis yang menanganinya. Bagi pasangan yang ingin mempunyai keturunan
dengan cara ini sejak proses awal tindakan dan konsultasi sampai akhir tindakan
merupakan saat-saat yang mendebarkan. Mereka akan dengan penuh harap menunggu
hasil tindakan. Tim dokter yang menangani perlu memiliki ketelitian dan
keahlian yang memadai. Hal ini perlu untuk keberhasilan tindakan itu sendiri
dan juga untuk memberikan rasa percaya bagi pasien.
Terkadang
timbul masalah setelah wanita tersebut melahirkan bayi tabung. Karena wanita
tersebut dapat melahirkan tetapi prosesnya tidak seperti wanita lainnya, inilah
kenyataan yang kadang masih belum dapat diterima oleh seorang wanita. Kehebatan
teknologi transfer embrio bukan kebanggaan untuk dipublikasikan dengan
mengungkap identitas pasien. Diharapkan wanita dan anak tabung tersebut dapat
hidup dengan wajar. Jangan sampai mereka menjadi bahan pergunjingan dan
tontonan.
Bagaimanapun masalah psikologis ini sangat tergantung
dari kematangan mental pasangan tersebut. Selain itu sangat diperlukan dukungan
moral dari berbagai pihak terutama dari tim medis yang menanganinya.
3.
Aspek hukum
Hukum yang berkaitan dengan bayi tabung adalah
hukum yang mengatur hubungan dalam keluarga dan pergaulan dalam masyarakat.
Kedudukan yuridis dalam keluarga, anak tabung ini
sama dengan anak angkat yang telah diadopsi dan anak kandung. Anak tabung ini
berhak mendapatkan warisan dari orang tuanya, berhak mendapatkan perlindungan
dan perawatan. Sebaliknya dia harus memenuhi kewajibannya mematuhi dan
menghormati orang tuanya.
Adapun munculnya ibu pengganti, diperlukan
perjanjian tertulis yang rinci, misalnya
perjanjian sewa-menyewa, jasa (mengandung untuk orang lain), penitipan dan
sebagainya, juga perjanjian mengenai imbalan jasa, status anak dan sebagainya.[1]
C.
Hukum Bayi Tabung
1.
Landasan diharamkannya bayi tabung
Landasan diharamkannya bayi tabung sebagaimana
tercantum dalam firman Allah SWT:
Artinya
: “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas
kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.”(QS.
Al-Isra: 70)
Firman
Allah SWT:
Artinya: “Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .”(QS. At-Tin: 4)
Hadits Nabi Muhammad SAW
yang menyatakan “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan
hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang
lain)” (HR. Abu Daud, Thirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Kedua ayat dan Hadits di atas menerangkan bahwa bayi
tabung dengan sperma donor itu haram. Karena pada hakikatnya dapat merendahkan
harkan dan martabat manusia. Dalam hal itu manusia sejajar dengan
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Selain itu, diharamkannya bayi tabung dengan sperma
donor karena akan menimbulkan percampuradukkan dan penghilangan nasab, yang
telah diharamkan oleh ajaran Islam. Oleh karena itu, proses bayi tabung
hendaknya dilakukan dengan memperhatikan nilai moral Islami dan tetap harus
menjunjung tinggi etika dan kaidah-kaidah syari’ah.
2.
Landasan diperbolehkannya
Firman
Allah SWT:
اِÙ†َّ Ù…َعَ العُØ´ْرِ ÙŠُØ´ْرَا
Artinya:
“Setiap ada kesulitan, ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 5).
Hadits Nabi
yang diriwayatkan dari Anas Ra bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Menikahlah
kalian dengan wanita-wanita yang subur (peranak), sebab sesungguhnya aku akan
berbangga di hadapan para Nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada hari kiamat
nanti.” (HR. Ahmad)
Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa syariat
Islam mengajarkan kita untuk tidak berputus asa dan menganjurkan untuk
senantiasa berusaha dalam menggapai karunia Allah. Termasuk dalam kesulitan
reproduksi manusia. Dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu
biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur
dan menggunakannya sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran-Nya.[2]
Kesulitan reproduksi tersebut dapat di atasi
dengan upaya medis agar pembuahan antara sel sperma suami dengan sel telur
istri dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Hal ini diperbolehkan dengan
syarat jika upaya pengobatan untuk mengusahakan pembuahan dan kelahiran alami
telah dilakukan dan tidak berhasil. Dalam proses pembuahan di luar tempat yang
alami tersebut, setelah sel sperma suami dapat sampai dan membuahi sel telur
istri dalam suatu wadah yang mempunyai kondisi mirip dengan kondisi alami
rahim, maka sel telur yang telah terbuahi diletakkan pada tempatnya yang alami
(rahim istri). Dengan demikian, kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan
selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal. Proses seperti itu
merupakan upaya manusia melalui medis untuk mengatasi kesulitannya dalam reproduksi
dan hukumnya boleh menurut syara’. Sebab upaya tersebut merupakan upaya untuk
mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam yaitu kelahiran dan perbanyak anak,
yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu pernikahan sebagaimana hadits
di atas.
Dengan demikian, hukum bagi tabung itu mubah
(boleh) dengan syarat sperma dan sel telur suami-istri itu sendiri bukan dari
donor.
Adapun pendapat para ahli mengenai bayi tabung
adalah sebagai berikut:
a.
Syekh Mahmud Syalthout (mantan rektor universitas Al-Azhar)
Menurut hukum syara’ apabila bayi tabung itu
dengan air mani suaminya sendiri maka hal itu sudah sesuai dengan hukum dan
dibenarkan oleh syara’ dan dipandang sebagai cara untuk menjalankan anak yang
sah. Tetapi apabila bayi tabung itu berasal dari sperma lelaki lain yang tidak
ada hubungan perkawinan, beliau mengatakan bahwa inseminasi tersebut dalam
pandangan syari’at Islam adalah perbuatan munkar dan dosa besar perbuatan itu
setara dengan zina dan akibatnyapun sama.
b.
Zakaria Ahmad al Bari
Inseminasi buatan itu boleh menurut syara’, jika
dilakukan dengan sperma suami yang demikian masih dibenarkan oleh hukum dan
syariat yang diikuti oleh masyarakat yang beradab. Tindakan tersebut
diperbolehkan dan tidak menimbulkan noda atau dosa. Disamping itu tindakan
demikian dapat dijadikan cara untuk mendapatkan anak yang sah menurut syara’
yang jelas ibu dan bapaknya.
c.
Syekh Yusuf al Qordowi
Apabila inseminasi yang dilakukan itu bukan air
mani suami, maka tidak diragukan lagi bahwa hal tersebut adalah sesuatu
kejahatan yang sangat buruk dan merupakan perbuatan yang lebih hebat dari pada
pengangkatan anak.
d.
Majelis pertimbagan dan syara’ (MPKS) Depkes
Permanian buatan dengan mani suami sendiri tidak
dilarang, jadi kebanyakan ulama dapat menerima inseminasi buatan dengan sperma
suami sendiri, namun, ada juga yang menolak yaitu Syekh Mahroj Salama (Ulama
Al-Azhar). Ulama yang satu ini berpendapat bahwa tidak boleh sama sekali dari
suami sendiri maupun dari pihak isteri, karena agama telah meletakkan asas bagi
suatu perkawinan untuk menjaga keturunan. Cara yang dilakukan seperti itu akan
mengakibatkan terjadinya suatu penyimpangan.
3.
Status bayi tabung
Inseminasi buatan bila dilihat dari asal sperma
atau ovumnya dapat dikategorikan dalam tiga golongan, yaitu:
a.
Inseminasi buatan dengan sperma suami
b.
Inseminasi buatan dengan sperma donor
SIMPULAN
Dari uraian tersebut dapat kami
simpulkan bahwa: Hukum bayi tabung pada hakikatnya haram bila dengan sperma
donor dan boleh bila dengan sperma suami sendiri karena merupakan upaya untuk
mendapatkan keturunan dengan memanfaatkan teknologi yang selalu berkembang dan
menjunjung tinggi etika dan kaidah-kaidah syari’ah.
Demikianlah makalah ini kami buat,
semoga bermanfaat. Segala kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan demi perbaikan makalah kedepan. Sekian, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ghufron Mukti, Ali dan Adi Heru
Sutomo. 1993. Abortus, Bayi Tabung,
Euthanasia, Transplantasi Ginjal dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis,
Hukum dan Agama Islam. Yogyakarta: Aditnya Media
[1] Ali Ghufran Mukti dan Adi Heru Sutomo, Abortus,
Bayi Tabung, Euthanasia, Transplantasi Ginjal dan Operasi Kelamin dalam
Tinjauan Medis, Hukum dan Agama Islam, (Yogyakarta: Aditnya Media, 1993),
h. 13-18.